Friday, August 7, 2020

Hidup Kudus

                                                            Thema            : Hidup Kudus

                                                            Nats                : 1 Pet. 1:13-25

                                                            Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

A.      PENDAHULUAN

Manusia diciptakan dalam kekudusan, sehingga dikatakan semua amat baik. Artinya, manusia itu merupakan gambar Allah ditengah dunia ini (Kej. 1:27). Tetapi nafsu ingin menyamai Allah (Kej. 3:4) membuat hati manusia menjadi jahat dan lebih mendengar suara iblis dari pada perintah Allah. Rusaklah citra Allah dalam diri manusia sehingga semua yang amat baik (kudus) menjadi ternoda oleh dosa manusia. Namun demikian Allah memulihkan manusia yang telah rusak itu dengan jalan menjadi kutuk di atas salib sehingga manusia kembali kepada posisi yang benar. Sebagai manusia yg telah dikembalikan pada jalur yang benar maka menjaga kekudusan hidup selama di dunia adalah suatu kewajiban. Untuk melaksanakan kewajiban itu dibutuhkan suatu perjuangan yang sungguh-sungguh. Mari terus berjuang menjaga hidup kudus sebagai pribadi yag telah ditebus oleh Tuhan Yesus.

B.      ISI

1.      Arti Hidup Kudus

a.       Kudus

Dalam bahasa Ibrani kudus disebut Qadosh yang artinya “terpisah” atau “tidak bercampur dengan yang lain”.

b.      Hidup kudus berarti:

·         Hidup sebagai umat (bangsa) yang di pisahkan dari bangsa lain (Im. 10:26). Tuhan menetapkan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan.

·         Hidup sebagai pribadi yang telah dipanggil oleh Yesus keluar dari kegelapan kepada terang (ay. 15).

·         Hidup sebagai pribadi yang telah dilahirkan kembali oleh firman Allah yang hidup dan kekal (ay. 24).

2.      Bagaimana proses menjadi pribadi yang kudus?

a.       Kudus dalam arti telah dipisahkan dari maut

·         Allah menetapkan Yesus sebagai jalan keselamatan bagi dunia (Kej. 3:15, 1 Pet. 1:20). Ketika manusia rusak maka Allah merancang keselamatan bagi dunia ini.

·         Allah menebus manusia melalui darah Kristus yang tercurah di Golgota (ay. 18-19).

·         Manusia yang percaya (beriman) akan beroleh keselamatan (ay. 21)

Melalui proses ini manusia terpisah (qadosh) dari kematian kekal (maut).

b.      Kudus dalam arti  sebagai suatu perjuangan hidup benar di hadapan Allah.

Walaupun kit atelah menjadi pribadi yang telepas dari maut oleh darah Kristus, namun dalam menjalani hidup kita masih cenderung melakukan hal yang tidak pantas sebagai orang percaya. Bagaimana agar kita bisa hidup kudus?

·         Waspada (ay. 15). Sebagai manusia yang mewarisi karakter dosa kita masih mungkin jatuh ke dalam dosa sehingga kita harus senantiasa sadar dan berjaga-jaga (1 Pet. 5:8).

·         Taat (ay. 14). Kapan seseorang menjadi pribadi yang taat? Saat kita selalu rindu dengan Firman Allah sebagai makanan rohani kita (1 Pet.2:2, Maz. 119:9).

·         Tidak menuruti hawa nafsu (ay. 14). Bagaimana caranya? Mau dipimpin oleh Roh (Gal. 5:16-17).

·         Takut akan Tuhan (ay. 17). Seorang anak yang takut (menghargai) bapanya akan berusaha melakukan kesalahan sekecil mungkin, demikianlah kita dihadapan Tuhan.

·         Menghargai pengorbanan Yesus (ay. 18-19). Yesus memberikan keselamatan dengan sangat murah bahkan gratis tapi bukan murahan, taruhanya darah yang tertumpah. Ia mengratiskan karena tahu bahwa kita takkan mampu membayarnya. Jadi hargailah kesempatan yang diberikanNya, jika akhirnya pun kita jatuh pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.   

3.      Hasil Hidup Kudus.

Ketika seseorang memilih hidup kudus maka ia akan beroleh keselamatan (2: 2) dan menjadi milik/kepunyaan Allah (2:9-10). Selain itu Tuhan akan mendengar setiap doa dan seruan kita selama hidup di dunia (3:12).

C.      PENUTUP

Hidup kudus bukan ungkapan semata tetapi nyata di dalam perbuatan kita dalam menjalani hari-hari hidup. Karakter dosa akan selalu mengintip dan merongrong saat kita berusaha hidup kudus, jika ingin roh menang atas daging maka peliharalah roh melebihi daging maka kita akan menang. AMIN.


Tuesday, August 4, 2020

Bersandar Pada Tuhan

Thema                 : Bersandar Pada Tuhan

Nats                     : Fil. 4:13

Oleh                     : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

 

 

A.      PENDAHULUAN

Mengapakah setiap tempat duduk pada alat trasportasi memiliki tempat bersandar? Bahkan untuk transpotasi jarak jauh disetting tempat duduk dengan sandaran yang senyaman mungkin, bisa di setel posisinya. Semua itu dilakukan agar dalam menempuh sebuah perjalanan penumpang merasakan suatu kenyamanan. Walaupun perjalanan cukup melelahkan dengan adanya sandaran maka perjalanan masih bisa dinikmati. Demikianlah sesungguhnya hidup di dunia ini. Jika untuk perjalanan dalam hitungan jam pun kita butuh tempat bersandar, tidakkah seharusnya untuk perjalanan hidup yang bisa mencapai tiga per empat abad ini kita seharusnya memiliki tempat bersandar yangkokoh? Banyak orang bersandar kepada kekuatannya, hartanya dan pengertiannya sendiri. Jika itu terjadi pada orang yang tidak percaya maka sesuatu yang wajar, toh memang dia tidak butuh Tuhan. Tetapi jika itu terjadi pada diri orang percaya, tidakkah ia sadar bahwa itu akan membuat hidupnya semakin tak menentu. Bagi orang percaya bersandar pada Tuhan bukan pilihan terakhir dikala tak sanggup lagi tetapi pilihan utama baik dikala situasi aman maupun kelam. Segala sesutu indah pada waktunya, ini bukan bahasa putus asa tetapi bahasa pengharapan akan masa depan bersama Tuhan. Bersama Tuhan kita bisa.

 

B.      ISI

1.       Arti bersandar pada Tuhan

a.       Berserah diri dalam segala situasi (Fil. 4:11-12).

Ungkapan “segala keadaan dan segala hal” menunjukkan bahwa tiada keadaan yang tidak disyukuri rasul Paulus dalam perjalanan hidupnya. Sehingga hampir disemua surat yang ia tulis selalu ada ungkapan :”Aku bersyukur kepada Allah”. Bersyukur dikala kekurangan/kelaparan terlebih saat kelimpahan, bersyukur saat dipenjara terlebih saat di hadapan jemaat, bersyukur dikala ancaman datang terlebih disaat aman. Banyak orang Kristen mengeluh saat situasi kelam padahal ia lupa bersyukur saat situasi aman.  

b.       Berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan (Fil 4:13).

Ungkapan “segala perkara” menunjukkan bahwa tidak ada hal yang tidak diserahkan oleh rasul Paulus kepada Tuhan dikala ia menjalani hidupnya. Banyak orang percaya yang setengah hati dalam berserah diri kepada Tuhan, artinya memang ia menyebut nama Tuhan tetapi lebih cenderung mengandalkan kekuatannya. Sehingga akibatnya selalu hidup dalam kekuatiran.

 

2.       Sikap hidup orang yang bersandar pada Tuhan.

a.       Senantiasa bersukacita (Fil. 4:10).

Rasul Paulus dipenjara dikota Filipi (Fil. 1:3) tetapi tema utama surat Filipi adalah suka cita (Fil. 4:4). Jadi sukacita bukan karena tetapi walaupun. Walaupu dipenjara Paulus tetap bersukacita.

b.       Senantiasa hidup sederhana (Fi. 4:11).

“Bahagia adalah kombinasi rasa cukup dan ucapan syukur”.

c.       Tidak mencari keuntungan sendiri (Fil. 4:17).

Sebagai hamba Tuhan rasul Paulus layak mendapatkan penghidupan dari pelayanan yang ia kerjakan. Ia layak menerima setiap pemberian jemaat. Tetapi pengharapannya bukanlah jemaat tetapi Tuhan, keuntungannya bukalah berkat jasmani semata tetapi keselamatan yang sudah ia terima dari Tuhan.

d.       Senantiasa memuliakan Allah (Fil. 4:20).

Banyak orang tak bersandar kepada Tuhan sukses  luar biasa secara dunia dan sebaliknya tidak jarang orang yang bersandar pada Tuhan kehidupannya secara ukuran dunia tegolong biasa-biasa saja. Tapi Tuhan selalu memakai orang yang biasa dengan caranya yang luar biasa untuk kemuliaan namaNya.

 

3.       Hasil hidup orang yang bersandar pada Tuhan.

a.       Selalu ada kekutaatan dalam menjalani hidup (Fil. 4:13).

Poin utama bagi orang yang bersandar dan mengandalkan Tuhan bukan terpenuhiNya segala keinginan tetapi ada kesanggupan dalam menghadapi segala beban hidup.

b.       Tuhan memenuhi segala keperluan kita (Fil. 4:19).

Tuhan takkan memberikan apa yang kita inginkan tapi akan mencukupkan apa yang kita perlukan. Dialah yang paling tahu apa yang kita perlukan. Sebab kita sering gagal membedakan keinginan dan kebutuhan.

 

C.      PENUTUP

Bersandar kepada Tuhan bukan salah satu pilihan tetapi satu-satunya pilihan untuk mengarungi lautan kehidupan yang senantiasa bergelombang. Bersandar pada Tuhan bukan bermuara pada terpenuhinya semua keinginan tetapi ketika muncul sebuah kekuatan untuk terus bertahan dalam masa-masa kelam kehidupan. Mari pastikan sandaran anda agar sampai pada tujuan akhir kehidupan dengan aman. AMIN.