Bolehkan Non Muslim Memimpin Doa
Dalam Upacara Bendera?
Oleh : Nelson Sembiring, S. Pd.,
M. Th.
Ada sebuah
pertanyaan yang membuat kening saya berkerut menjawabnya. “Apakah semua agama
boleh memimpin doa saat upacara bendera?” Lebih spesifiknya, bolehkah non
muslim memimpin doa dalam upacara bendera? Biasanya mesin pencari Google,
Yahoo, Bing, dll akan memberi masukan bagi kita untuk menjawab segala
pertanyaan. Walaupun tentunya kita harus selektif dan memiliki filter atas
semua jawaban yang mereka tawarkan. Namun kali ini saya benar-benar tidak
menemukan jawaban dari mereka berkaitan dengan boleh tidaknya non muslim
memimpin doa dalam upacara bendera. Bahkan saya mengganti judulnya “Apakah
upacara bendera harus dipimpin oleh seorang Islam?” Itu pun saya tidak temukan
jawabannya.
Kebuntuan
ini membuat saya merenung sejenak, mengapa tidak ada jawaban berkaitan dengan
pertanyaan ini? Akhirnya saya mencoba merangkai sebuah kesimpulan berdasarkan
fakta yang ada dilapangan. Apakah faktanya:
1.
Di sekolah
yang siswa-siswinya beragama islam 100% seperti Pesantren, MI, MTS, MA baik
yang swasta maupun negeri maka doa saat upacara dipimpin oleh yang beragama
islam. Tentu ini sesuatu yang normal, karena semua warga sekolah beragama
islam.
2.
Di sekolah
yang siswa-siswinya beragama Kristen 100% seperti STAKP, STT, Santo Yosef,
Kalam Kudus, dll baik yang swasta maupun negeri maka doa saat upacara dipimpin
oleh yang beragama Kristen. Tentu ini pun sesuatu yang normal, karena semua
warga sekolah beragama Kristen.
3.
Di sekolah
yang siswa siswinya beragama Hindu, misalnya Hindu Dharma Institute (Bali) maka
pastilah doa saat upacara dipimpin oleh yang beragama Hindu. Demikian juga
sekolah yang siswa-siswinya beragama Budha, misalnya Sekolah Tinggi Agama Budha
Negeri Raden Wijaya Wonogiri pastilah saat upacara bendera mereka berdoa
dipimpin oleh yang beragama Budha.
Bagaimanakah
jika sekolah itu bersifat nasional baik negeri maupun swasta? Disinilah mungkin
timbul sedikit gesekan saat seorang pemimpin tidak bijak dalam mengambil sikap.
Mengapa? Bahwa Negara kita berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketika
Pancasila ditetapkan sebagai dasar Negara kita, sudah menjadi kesepakatan
bersama para pendiri bangsa ini bahwa sila pertama yang awalnya berbunyi : ”Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dengan segala
pertimbangan demi kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia ini maka akhirnya
Panitia Sembilan yang diketuai oleh Founding Father Bangsa ini Ir. Soekarno
didampingi Drs. Moh. Hatta memutuskan untuk merubah sila pertama menjadi: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan akhirnya sampai hari ini
bangsa kita kokoh berdiri dengan segala perbedaan yang ada.
Kembali ke
masalah awal tentang pembacaan doa di dalam upacara khususnya di sekolah
nasional. Fakta dilapangan mencatat bahwa secara umum doa di upacara masih
dipimpin oleh yang beragama islam. Dan sejauh ini yang non muslim tidak ada
masalah, walaupun di dalam hati mereka tentu ingin juga diberi ruang untuk
ambil bagian dalam mendemonstrasikan doanya buat bangsa dan negeri ini. Dan fakta
dilapangan bahwa dibeberapa sekolah nasional ada pimpinannya yang memiliki jiwa
nasionalisme yang tinggi sehingga mengizinkan doa dipimpin oleh yang beragama
diluar Islam. Saya memiliki seorang teman guru yang mengajar di salah satu SMA
Negeri Kabupaten Deli Serdang bekata bahwa selama ia mengajar puluhan tahun di
sekolah tersebut doa upacara selalu diselang-selingi antara doa Islam dan
Kristen, walaupun perbandingannya lebih banyak yang islam. Apakah ini menyalahi
aturan? Karena tidak ada undang-undang yang melarang dan mengharuskan tentang
siapa yang berdoa dalam upacara maka bisa dipastikan itu tidak melanggar
undang-undang.
Jadi akhirnya,
saya ingin mengatakan bahwa Negara sengaja tidak mengeluarkan aturan tentang ini,
tetapi meminta kita untuk bijak dalam menyikapinya. Jika karena keinginan
mendemonstrasikan doa disaat upacara akhirnya persatuan negeri yang sudah
dibangun oleh darah para pahlawan menjadi terkoyak, baiklah saya berdoa padaNya
ditempat lain. Sebab ia Maha Mendengar dan Maha Hadir disegala tempat. Toh saat
saudara muslim berdoa di upacara maka yang non muslimpun (Kristen, Hindu,
Budha, Konghuchu, dll) bisa berdoa di dalam hatinya. Tapi jika kita sungguh
manusia beragama, maka kita akan memberi ruang pada perbedaan yang ada. Bahwa
lantunan doa-doa dari seorang muslim takkan pernah mengganggu hati
saudara-saudara non muslim. Hendaklah demikian sebaliknya bahwa doa-doa yang
dilantunkan Kristen juga tak menganggu hati orang-orang non Kristen.
Pesan Bung
Karno : “Kalau
jadi Hindu, jangan jadi orang India. Kalau jadi Islam, jangan jadi orang Arab,
kalau jadi Kristen, jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Indonesia
dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini”.
Salam
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua.
Silahkan
ditonton dan beri komentar: https://youtu.be/H7CQGyPpn1U
dan https://youtu.be/FlSdH7umBkA .
Pemimpin yg nasionalis akan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menyembah Tuhan atau berdoa dengan caranya. Jika ada org yg terganggu saat org lain menyembah Tuhannya mk sesungguhnya dis bukanlah org beriman tp hanya sekedar beragama sebagai identitas semata.
ReplyDeleteSependapat. Mari jaga NKRI !
Delete