Saturday, September 10, 2022

Bolehkan Non Muslim Memimpin Doa Dalam Upacara Bendera?

Bolehkan Non Muslim Memimpin Doa Dalam Upacara Bendera?

Oleh : Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.

 

Ada sebuah pertanyaan yang membuat kening saya berkerut menjawabnya. “Apakah semua agama boleh memimpin doa saat upacara bendera?” Lebih spesifiknya, bolehkah non muslim memimpin doa dalam upacara bendera? Biasanya mesin pencari Google, Yahoo, Bing, dll akan memberi masukan bagi kita untuk menjawab segala pertanyaan. Walaupun tentunya kita harus selektif dan memiliki filter atas semua jawaban yang mereka tawarkan. Namun kali ini saya benar-benar tidak menemukan jawaban dari mereka berkaitan dengan boleh tidaknya non muslim memimpin doa dalam upacara bendera. Bahkan saya mengganti judulnya “Apakah upacara bendera harus dipimpin oleh seorang Islam?” Itu pun saya tidak temukan jawabannya.

Kebuntuan ini membuat saya merenung sejenak, mengapa tidak ada jawaban berkaitan dengan pertanyaan ini? Akhirnya saya mencoba merangkai sebuah kesimpulan berdasarkan fakta yang ada dilapangan. Apakah faktanya:

1.      Di sekolah yang siswa-siswinya beragama islam 100% seperti Pesantren, MI, MTS, MA baik yang swasta maupun negeri maka doa saat upacara dipimpin oleh yang beragama islam. Tentu ini sesuatu yang normal, karena semua warga sekolah beragama islam.

2.      Di sekolah yang siswa-siswinya beragama Kristen 100% seperti STAKP, STT, Santo Yosef, Kalam Kudus, dll baik yang swasta maupun negeri maka doa saat upacara dipimpin oleh yang beragama Kristen. Tentu ini pun sesuatu yang normal, karena semua warga sekolah beragama Kristen.

3.      Di sekolah yang siswa siswinya beragama Hindu, misalnya Hindu Dharma Institute (Bali) maka pastilah doa saat upacara dipimpin oleh yang beragama Hindu. Demikian juga sekolah yang siswa-siswinya beragama Budha, misalnya Sekolah Tinggi Agama Budha Negeri Raden Wijaya Wonogiri pastilah saat upacara bendera mereka berdoa dipimpin oleh yang beragama Budha.

Bagaimanakah jika sekolah itu bersifat nasional baik negeri maupun swasta? Disinilah mungkin timbul sedikit gesekan saat seorang pemimpin tidak bijak dalam mengambil sikap. Mengapa? Bahwa Negara kita berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketika Pancasila ditetapkan sebagai dasar Negara kita, sudah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa ini bahwa sila pertama yang awalnya berbunyi : ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dengan segala pertimbangan demi kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia ini maka akhirnya Panitia Sembilan yang diketuai oleh Founding Father Bangsa ini Ir. Soekarno didampingi Drs. Moh. Hatta memutuskan untuk merubah sila pertama menjadi: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan akhirnya sampai hari ini bangsa kita kokoh berdiri dengan segala perbedaan yang ada.

Kembali ke masalah awal tentang pembacaan doa di dalam upacara khususnya di sekolah nasional. Fakta dilapangan mencatat bahwa secara umum doa di upacara masih dipimpin oleh yang beragama islam. Dan sejauh ini yang non muslim tidak ada masalah, walaupun di dalam hati mereka tentu ingin juga diberi ruang untuk ambil bagian dalam mendemonstrasikan doanya buat bangsa dan negeri ini. Dan fakta dilapangan bahwa dibeberapa sekolah nasional ada pimpinannya yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi sehingga mengizinkan doa dipimpin oleh yang beragama diluar Islam. Saya memiliki seorang teman guru yang mengajar di salah satu SMA Negeri Kabupaten Deli Serdang bekata bahwa selama ia mengajar puluhan tahun di sekolah tersebut doa upacara selalu diselang-selingi antara doa Islam dan Kristen, walaupun perbandingannya lebih banyak yang islam. Apakah ini menyalahi aturan? Karena tidak ada undang-undang yang melarang dan mengharuskan tentang siapa yang berdoa dalam upacara maka bisa dipastikan itu tidak melanggar undang-undang.

Jadi akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa Negara sengaja tidak mengeluarkan aturan tentang ini, tetapi meminta kita untuk bijak dalam menyikapinya. Jika karena keinginan mendemonstrasikan doa disaat upacara akhirnya persatuan negeri yang sudah dibangun oleh darah para pahlawan menjadi terkoyak, baiklah saya berdoa padaNya ditempat lain. Sebab ia Maha Mendengar dan Maha Hadir disegala tempat. Toh saat saudara muslim berdoa di upacara maka yang non muslimpun (Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu, dll) bisa berdoa di dalam hatinya. Tapi jika kita sungguh manusia beragama, maka kita akan memberi ruang pada perbedaan yang ada. Bahwa lantunan doa-doa dari seorang muslim takkan pernah mengganggu hati saudara-saudara non muslim. Hendaklah demikian sebaliknya bahwa doa-doa yang dilantunkan Kristen juga tak menganggu hati orang-orang non Kristen.

Pesan Bung Karno : Kalau jadi Hindu, jangan jadi orang India. Kalau jadi Islam, jangan jadi orang Arab, kalau jadi Kristen, jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini”.

Salam Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua.

Silahkan ditonton dan beri komentar: https://youtu.be/H7CQGyPpn1U dan https://youtu.be/FlSdH7umBkA .


2 comments:

  1. Pemimpin yg nasionalis akan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menyembah Tuhan atau berdoa dengan caranya. Jika ada org yg terganggu saat org lain menyembah Tuhannya mk sesungguhnya dis bukanlah org beriman tp hanya sekedar beragama sebagai identitas semata.

    ReplyDelete