Wednesday, October 2, 2019

Tak Ada Alasan Untuk Kecewa


Thema             : Tak Ada Alasan Untuk Kecewa
Nats                 : Matius 11:6
Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.
A.      PENDAHULUAN
Setiap manusia pernah mengalami suatu perasaan kecewa oleh karena suatu situasi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Bahkan tidak jarang rasa kecewa tersebut membawa dampak yang sangat buruk bagi seseorang. Oleh karena rasa kecewa ada orang sampai mengalami frustasi, stres (gangguan jiwa) bahkan sampai bunuh diri. Jika itu terjadi di antara orang yang belum percaya maka masih bisa kita maklumi, tetapi jika sebaliknya terjadi pada orang percaya maka timbul suatu pertanyaan: sungguhkah ia percaya? Sebab jika dalam pandangan dunia kekecewaan merupakan suatu musibah maka bagi orang percaya rasa kecewa pun merupakan jalan Tuhan menyatakan kehendakNya kepada kita. Kita tidak mungkin melarang hati kita untuk tidak kecewa ketika situasi yang terjadi jauh dari ekspektasi, tetapi kita punya pilihan untuk mengelola rasa kecewa menjadi suatu pengalaman berharga bahkan menjadi berkat bagi orang lain dikemudian hari. Mari jalani hidup tanpa rasa kecewa. 
B.       ISI
1.      Arti dan contoh rasa kecewa.
v Kecewa adalah suatu perasaan tidak senang oleh karena sesuatu yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan.
v Contoh:
·      Para petani pada zaman Yeremia (Yer. 14:4). Musim kering yang berkepanjangan membuat mereka mengalami kelaparan dan sakit penyakit (Yer. 14:12).
·      Orang-orang Nazaret (Mat. 13:57).  Mereka kecewa melihat Yesus, sebab Yesus hanyalah anak seorang tukang kayu yang tidak lebih dari mereka.
·      Seorang kaya (Mrk. 10:22). Merasa kecewa karena Yesus menyuruhnya berbagi dengan orang-orang miskin.
·      Habakuk (Hab. 1:2-3). Nabi Habakuk mengeluh dihadapan Tuhan melihat penindasan yang terjadi terhadap bangsa Israel.
2.      Mengapa kita tidak boleh memiliki alasan untuk kecewa?
Seperti para tokoh di atas, mungkin kita juga pernah merasakan kekecewaan karena apa yang kita rancang dan rencanakan tidak sampai pada tujuan yang kita harapkan. Jadi salahkah jika kita kecewa?
v Tak ada alasan untuk kecewa bukan berarti bahwa kita lepas sama sekali dari rasa itu. Sebab akan menjadi aneh jika kita bersukacita (kegirangan) saat harapan kita jauh dari kenyataan yang terjadi. Tetapi yang dimaksudkan adalah bahwa rasa kecewa yang ada tidak berdampak negatif tetapi sebaliknya memberi satu pelajaran bagi kita untuk lebih lagi bergantung kepada Tuhan. Semakin menyadari bahwa tanpa Tuhan kita tidak akan pernah mampu untuk hidup.
v Alasan untuk tidak kecewa:
·      Tuhan pemilik kehidupan kita (Rm. 14:8). Ketika kita memiliki sesuatu maka kita berhak penuh atasnya. Misalnya kita memiliki sebidang tanah, maka kita berhak untuk menanam apapun diatasnya, mendirikan apapun di atasnya. Demikianlah hidup kita di hadapan Tuhan.
·      Tuhan yang menetapkan langkah hidup kita (Mzm. 37:23). Jika Tuhan tetapkan 100 langkah akankah kita memaksakan diri melebihi itu??  Musa adalah tokoh hebat, pelopor hukum taurat, Nabi eksodus yang membawa umat Tuhan dari tanah perbudakan. Apakah ia sampai tanah perjanjian? No, ia hanya sampai di gunung Nebo. Jadi jangan kecewa, toh Musa yang hebat juga hanya sampai di Nebo.
·      Kita adalah pekerja di Ladang Tuhan (Mat. 20:1). Ketika kita bekerja di suatu tempat maka ada aturan-aturan yang ditetapkan. Jam kerja, upah, THR, dll. Ketika kita taati aturan tersebut maka kita akan terus jadi pekerja. Memang kita bisa sampaikan permohonan tetapi keputusan tetap pada pemilik. Demikian kita dihadapan Tuhan.
·      Kita adalah buatan tanganNya (Ef. 2:10). Seorang pengrajin/pemahat patung akan memahat sesuai seleranya, yang pasti ia akan menghasilakan sebuah patung yang indah dan bernilai. Demikian hidup kita di tangan Tuhan. Ketika kita sabar menjalani prosesnya maka kita akan menjadi orang yang berbahagia. Tapi ingat, jangan ukur kebahagian dari ukuran manusia. Sebab manusia tak pernah bahagia.  
C.       KESIMPULAN
Memuaskan diri dengan rasa kecewa sama dengan meminum air laut. Rasa haus takkan kunjung surut. Lebih baik membangun asa diantara reruntuhan rasa kecewa. Sebab disanalah akan kita temukan bahagia. Dan ingtlah bahagia adalah tentang Dia bukan kita. Sebab tanpa Dia bahagia hanyalah fatamorgana. TYM. Amin.  

Disiplin


Thema             : Disiplin
Nats                 : Ef. 5:15-16
Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.


A.      PENDAHULUAN
Sebuah pepatah mengatakan “Time is money” yang artinya “Waktu adalah uang”. Memang tidak semua hal di ukur dengan uang, tetapi pepatah ini ingin menyampaikan suatu pesan bahwa waktu itu sangat berharga sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Siapakah yang dapat memanfaatkan dan mengatur waktu dengan baik? Tentulah mereka yang memiliki disiplin yang baik juga. Orang Jepang sangat terkenal dengan pengaturan waktu yang sangat efektif. Padahal secara umum mereka bukanlah orang-orang yang mengenal Yesus sebagai Tuhan. Jika mereka yang tidak “berTuhan” saja mampu mengatur waktu dengan baik, maka sebagai orang percaya seharusnya kita melebihi mereka. Sebab Alkitab sendiri mengajarkan bagaimana seorang percaya harus menggiunakan waktu dengan sebaik mungkin.
B.       ISI
1.      Arti Disiplin
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya.
2.      Dalam hal apa sajakah kita harus disiplin?
Rasul Paulus menyampaikan pesan kepada jemaat di Efesus :” Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup” (ayat 16). Ayat ini menunjukkan bahwa seluruh aspek hidup haruslah teratur (disiplin). Namun secara spesifik dikatakan bahwa kita harus berdisiplin dalam hal waktu (ayat 16). Mengapa masalah waktu sangat ditekankan? Sebab sesungguhnya disiplin waktu mencakup seluruh aspek hidup manusia. Bahwa ketika seseorang mampu mengatur dan menggunakan waktu dengan baik maka sesungguhnya ia sudah disiplin dalam hidupnya. Dari bangun tidur sampai kembali tidur lagi ia tahu apa yang harus ia kerjakan.
3.      Ciri-ciri Orang Disipiln
Disiplin bukanlah sekedar ungkapan tetapi suatu karakter hidup dan akan terlihat dari ciri-ciri yang  dimiliki oleh seorang yang disebut disiplin. Bagaimanakah ciri-ciri seseorang yang yang disiplin menurut Alkitab?
·      Teliti
“Perhatikanlah dengan saksama” (ayat 15). Seorang yang disiplin serius dalam melakukan segala sesuatu (tidak asal). Segala sesuatu ia perhatikan dengan saksama, sehingga ia tahu merancang dan merencanakan segala sesuatu yang akan dikerjakan.
·      Tidak bebal (ayat 15)
Bebal berarti tidak cepat menanggapi sesuatu atau tidak peduli dengan segala sesuatu. Seorang yang disiplin tidak memiliki sifat seperti ini tetapi sebaliknya ia cepat tanggap dengan segala sesuatu yang terjadi disekitarnya sehingga ia dapat memberi respon yang positif.
·      Arif (ayat 15)
Arif berarti bijaksana; cerdik dan pandai; berilmu. Bijak bukan sekedar pandai, sebab banyak orang pandai tetapi tidak bijak. Bijak lebih kepada memiliki hikmat yang bersumber dari Tuhan (Amsal 1:7).   
·      On time / tepat waktu (ayat 16).
“Pergunakanlah waktu yang ada”. Seorang yang disiplin tidak akan pernah menunda-nunda waktu dalam mengerjakan segala sesuatu. Dalam hal ini kita masih sering gagal. Misalnya: menurut pembicaraan panitia maka perayaan Natal akan di mulai pukul 16.00 kenyataannya pikul 18.00 baru dimulai. Padahal panitia memberi tema kepada pembicara “Tepat Waktu”.
·      Belajar mengerti kehendak Tuhan (ayat 17).
Orang yang berdisiplin dalam konteks orang percaya tidak bertindak sembarangan. Ia akan memohon tuntunan Tuhan (mendengar suara Tuhan) melalui doa dan mendengar firmanNya.
C.      KESIMPULAN
Mari menjadi orang yang berdisiplin. Orang yang tak mengenal Tuhan pun mampu berdisiplin dan memiliki kehidupan yang baik (berkat jasmani), maka seharusnya kita sebagai orang yang percaya memiliki disipin yang lebih baik lagi. Percayalah, saat kita memiliki disiplin yang tinggi kita akan melihat karya Tuhan yang luar biasa dalam hidup kita baik secara jasmani terlebih secara rohani. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Merdeka Atau Terjajah


Thema : Merdeka Atau Terjajah
Nats     : Gal. 5:1
Oleh    : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.

A.      PENDAHULUAN
Setiap tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia merayakan satu hari yang bersejarah itulah HUT Kemerdekaan RI. Pertanyaannya, benarkah bangsa in telah merdeka? Secara de yure benar kita telah merdeka artinya bangsa Indonesia telah berdaulat dan mendapat pengakuan dari dunia sebagai bangsa yang merdeka. Namun secara de facto (faktanya) dari lebih 220 juta rakyat negeri ini sebagian besar belumlah merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Sehingga sering terdengar ungkapan : “Menjadi kuli di negeri sendiri”. Menurut F. D. Roosevelt ada 4 jenis kemerdekaan yaitu kemerdekaan untuk beribadah, kemerdekaan untuk berbicara, kemerdekaan dari rasa takut dan kemerdekaan dari kekurangan. Jika kita kaji maka diantara keempat kemerdekaan ini belumlah ada yang sungguh-sungguh dirasakan oleh seluruh lapisan rakyat negeri ini (ilustrasi: 16 Agustus tahun 45). Seperti halnya kemerdekaan RI maka sebagai orang Kristen kita juga mengalami hal yang sama. Secara de yure kematian Kristus di tiang salib telah memerdekakan umatnya (Yoh. 8:36), namun secara de facto masih saja orang yang mengaku sebagai umat Tuhan itu terjajah (terbelenggu) oleh dosa. Bagaimanakah makna kemerdekaan di dalam Kristus? Mari kita belajar.

B.       ISI
1.      Arti Merdeka
·      Secara Praktis: dalam KBBI merdeka adalah Bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri. Dalam konteks Alkitab misalnya ketika bangsa Israel keluar dari perbudakan di tanah Mesir.
·      Secara Teologis: merdeka berarti beralih posisi dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran (Rm. 6:18).  Misalnya: Saulus adalah hamba dosa tetapi Paulus adalah hamba kebenaran.
2.      Proses Beroleh Kemerdekaan.
·      Secara Praktis:
Ø Berjuang. Bangsa Israel, baik saat dipimpin Musa dan Harun maupun Yosua dan Kaleb selalu diperhadapkan dengan peperangan secara fisik mengahadapi berbagai bangsa sampai akhirnya sampai ke Tanah Perjanjian.
Ø  Mengandalkan Tuhan. Musa berkata bahwa tangan Tuhanlah yang membebaskan mereka dari perbudakan (Kel. 13:3). Hal yang sama diungkapkan dalam Pembukaan UUD 1945: “Atas berkat rahmat Allah yang Mahakuasa....”.
·      Secara Teologis:
Ø Menerima tiket kemerdekaan (Yoh. 1:12). Seseorang dikatakan merdeka secara teologis ketika ia menjadi anak-anak Allah.
Ø Mengerjakan Kemerdekaan yang telah diterima (Fil. 2:12). Seseorang akan menerima kemerdekaan itu jika ia setia sampai akhir. Seorang yang telah merdeka bisa berbuat dosa (kesalahan), tetapi tidak akan pernah terjajah (diperbudak) oleh dosa itu. Jika ada yang mengaku telah menerima tiket kemerdekaan tetapi akhirnya terus diperbudak oleh dosa maka sesungguhnya ia belum pernah merdeka dari semula.
3.      Makna Kemerdekaan Dalam Kristus.
Manusia diciptakan sebagai makhluk bebas (bukan robot). Tetapi kebebasan itu memiliki konskuensi masing-masing. Merdeka yang berarti bebas tidak boleh salah dalam memaknainya. Kebebasan bukan berarti bebas sesuka hati tetapi sebaliknya bebas bertanggung jawab. Apakah kemerdekaan dalam Kristus?
·      Merdeka berarti bebas untuk melayani Tuhan (Gal. 5:13). Bahwa setiap orang percaya adalah imamat yang rajani (1 Pet. 2:9). Jika dahulu tidak semua orang bisa menjadi imam maka hari ini semua orang percaya adalah imam dan boleh datang kepada Tuhan kapan dan dimana saja tanpa perantara.
·      Merdeka berarti tidak tertawan oleh fisafat (ajaran) turun-temurun (Kol. 2:8). Jangan jamah, jangan kecap, jangan sentuh (ay. 22). Kita bebas makan ini dan itu, sunat/tidak sunat, dll., tapi berhikmatlah agar tidak menjadi batu sandungan.
·      Merdeka berarti tidak hidup dibawah hukum taurat tetapi kasih karunia (Rm. 6:14). Sebab jika hukum taurat menjadi landasan maka tidak ada yang selamat sebab tidak ada yang mampu melakukannya dengan sempurna termasuk para nabi dan rasul. Tetapi oleh kasi karunia kita diselamatkan.

C.       KESIMPULAN
Marilah kita menghidupi kehidupan ini sebagai orang merdeka. Musa telah membawa umat Tuhan dari perbudakan di Mesir dan selanjutnya Kristus telah membawa umat Tuhan dari perbudakan dosa kepada hidup yang kekal. Isilah kemerdekaan yang diberi Kristus dengan senantiasa setia sampai pada akhirnya. Amin. GBU.

Tunaikan Tugas Panggilan


Thema             : Tunaikan Tugas Panggilan
Nats                 : Yosua 1: 1-15
Oleh                 : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.

A.  PENDAHULUAN
Menunaikan sebuah tugas adalah suatu kewajiban. Ketika kita melaksanakan tugas yang dipercayakan oleh pimpinan maka itu menunjukkan bahwa kita adalah pribadi yang bertanggung jawab. Orang-orang Jepang terkenal sebagai pekerja keras dan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaannya. Jika mereka yang tak mengenal Tuhan saja memiliki kualitas kerja yang tinggi maka sebagai orang percaya maka kita seharusnya lebih dari itu baik dalam menunaikan tugas sehari-hari terlebih dalam menunaikan tugas dan panggilan kita sebagai orang percaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menunaikan panggilan tersebut ada tantangan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tetapi sejatinya bahwa tantangan yang ada tersebut akan membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang tangguh. Mari tunaikan panggilan kita dengan segala tantangan yang ada.

B.   ISI
1.      Arti Menunaikan Tugas Panggilan.
·      Tunai berarti menyelesaikan pembayaran (melunasi).
·      Menunaikan tugas panggilan berarti mengerjakan tugas (pelayanan) yang dipercayakan oleh Tuhan dalam segala situasi (2 Tim. 4:2).
2.      Tantangan Dalam Menunaikan Tugas Panggilan
Tiada lautan yang tak bergelombang sebab jika tak bergelombang maka pasti bukanlah lautan. Tiada tugas yang tak memiliki tantangan sebab jika tak ada tantangan maka itu bukanlah suatu tugas terlebih tugas dalam melayani Tuhan.
·      Tantangan Internal (dari dalam diri kita).
Ø  Kurang menguasai diri (tidak sabar).
Sesudah Musa hamba Tuhan itu mati (ay. 1). Oleh karena tidak menguasai diri (emosi), Musa di hukum Tuhan dan tidak masuk tanah perjanjian (Bil. 20:11-12).
Ø  Mental yang lemah
Tuhan meneguhkan Yosua sebanyak tiga kali: Kuatkan dan teguhkanlah hatimu (ay. 6, 7 dan 9). Mengapa sampai 3 kali, sebab Tuhan tahu tidak mudah bagi Yosua untuk memimpin bangsa Israel yang keras.
Ø  Godaan untuk mengikuti cara dunia (menyimpang ke kana/ke kiri, ay. 7).
Orang percaya/pelayan/hamba Tuhan juga adalah manusia biasa yang memiliki kebutuhan yang sama dengan semua orang pada umumnya. Bedanya, bahwa bagi mereka yang di luar Tuhan tidak masalah menyimpang dari kebenaran dalam pemenuhan kebutuhan itu. Dalam hal ini orang percayapun terkadang tergoda untuk melakukannya.
·      Tantangan Eksternal (dari luar diri kita)
Ø  Alam yang kadang kurang mendukung.
Para imam pengangkat Tabut Perjanjian harus menyeberang sungai Yordan yang meluap (3:15).
Ø  Bangsa/orang yang tidak mengenal Tuhan (3:10). Yosua dan bangsa Israel harus berperang melawan bangsa-bangsa yang menghalangi perjalanan mereka.
Ø  Bangsa sendiri/umat Tuhan. Dengan tegas Yosua berkata: pilihlah kepada siapa kamu beribadah, kepada allah nenek moyangmu diseberang sungai Efrat ... tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan (24:15).
Ø  Sesama hamba Tuhan. Sering sekali tantangan dalam pelayanan juga datang dari rekan sepelayanan. Misalnya antara Daud dan Saul (Saul Iri kepada Daud), Euodia dan Sintikhe (tidak sehati/sejalan, Fil. 4:2), Paulus dan Petrus (perbedaan pandangan tentang adat Yahudi, Gal. 2:11)
3.      Sikap Dalam Menunaikan Tugas Panggilan.
Apapun tantangan dan masalahnya tugas panggilan harus tetap ditunaikan. Kita harus memiliki sikap dalam menunaikan tugas panggilan tersebut yaitu:
·      Selalu siap sedia (ay. 2). Siap atau tidak, Yosua harus siap menggantikan kepemimpinan Musa. Sebab tidak mungkin pekerjaan Tuhan berhenti di tangan kita.
·      Terus maju/pantang mundur (ay. 3). Jangankan untuk mundur, berhenti pun kita tidak boleh dalam melayani Tuhan.
·      Tidak menyimpang dari jalur (ay. 7) Bagaimana agar tidak menyimpang? Jadikan Firman (Taurat) Tuhan sebagai tolok ukur (ay. 8).
·      Menghindari perbantahan (Am. 20:3) dan mengabaikan cemooh (Ams. 12:16). Menghindari perbantahan bukan karena kita salah, mengabaikan cemooh bukan karena kita tidak punya hati. Tetapi semua untuk kebaikan. Sebuah pohon yang buahnya manis akan dilepari dan dijolok, segelas kopi membutuhkan sebuah sendok untuk mengaduk-aduk (mengacau) kopi dan gula agar menjadi manis dan nikmat.

C.   KESIMPULAN
Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu! (2 Tim. 4:5). Tidak ada tantangan yang terlalu berat untuk dilalui. Tuhan Yesus sudah menjadi teladan bagi kita untuk menunaikan tugas panggilan kita. Tantangan yang kecil untuk orang kecil dan tantangan yang besar untuk orang besar. Tuhan Yesus memberkati. AMIN.

Prinsip Pernikahan Kristen


Thema : Prinsip Pernikahan Kristen
Oleh    : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.

Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral dalam kehidupan kekristenan, sebab Tuhan sendirilah yang membentuk suatu rumah tangga, sebab Ia tahu tidak baik kalau manusia hidup seorang diri saja, sehingga Tuhan berkata : Aku akan menjadikan penolong yang sepadan dengan dia (Kej. 2 : 18). Isteri itu penolong bukan pembantu, isteri itu penolong bukan penodong atau perongrong. Sebab banyak kita lihat dalam suatu rumah tangga seorang suami menjadi tuan dan isteri menjadi pembantunya dan sebaliknya seorang isteri yang seharusnya menolong tapi kenyataannya menodong atau merongrong suaminya. Ketika seorang laki-laki dan perempuan memilih untuk membentuk suatu rumah tangga yang baru maka ia harus memahami beberapa prinsip dalam pernikahan Kristen. Adapun prinsip tersebut adalah:
1.      Keduanya adalah pasangan yang sepadan (Kej. 2:18)
Apakah makna sepadan dalam hal ini? Tentu yang sepadan dalam hal ini tidak mengacu kepada kecocokan secara jasmani (fisik, pendidikan, status sosial, dll) namun lebih mengarah kepada perkara rohani. Sepadan secara rohani berarti bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan membentuk suatu rumah tangga haruslah kedua-duanya orang percaya, sebab jika salah satu orang percaya dan yang lain tidak, maka itu bukanlah pasangan yang sepadan seperti dikatakan dalam 2 Kor. 6:14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Suatu perbandingan yang sangat kontras di pakai oleh Tuhan yaitu terang dan gelap yang tidak akan pernah dapat bersatu sampai kapan pun. Dan jelas Tuhan sendiri sangat tidak terima ketika anak-anakNya memilih orang-orang yang tidak percaya menjadi pasangan hidupnya, hal ini ditunjukkan dengan suatu rasa penyesalan Tuhan dan pilu hatiNya ketika melihat anak-anakNya mengambil isteri dari orang yang tidak percaya (Kej.6:1-2, 6). Jadi, jelas bahwa pasangan yang akan menikah haruslah pasangan yang sepadan secara rohani.
2.      Pernikahan bersifat monogami
Tuhan tidak pernah membuat aturan pernikahan lebih dari satu isteri atau suami (poligami/poliandri), namun dari semula Tuhan menetapkan pernikahan yang monogami. Ketika Tuhan menjadikan Hawa maka yang diambil satu rusuk Adam bukan dua atau lebih, dan dari rusuk yang satu itu dibentukNya seorang perempuan bukan dua orang atau lebih  (Kej.2:21-22). Ini berarti bahwa Tuhan menetapkan monogami dalam pernikahan Kristen. Pada bagian yang lain dikatakan bahwa Dan Firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat.19:5-6). Dari ayat ini jelas bahwa dua menjadi satu, bukan tiga atau empat menjadi satu. Banyak orang bertanya, kalu memang benar monogami mengapa banyak tokoh di Alkitab memiliki isteri lebih dari satu? Benar memang banyak tokoh yang demikian, tetapi jelas kita juga bisa melihat bahwa Tuhan tidak pernah membenarkan tindakan mereka, bahkan yang kita lihat bahwa ketika mereka memilih untuk berbuat yang salah dimata Tuhan maka akan datang masalah di dalam kehidupan mereka.
Jadi, jelas bahwa pernikahan Kristen bersifat monogami, sehingga tidak ada alasan apapun yang membuat orang untuk menambah jumlah isteri atau suaminya.
3.      Tidak dibenarkan bercerai dalam pernikahan Kristen
Masalah perceraian merupakan masalah yang cukup menarik perhatian dikalangan orang Kristen, sebab ada sebagian gereja yang tetap mengizinkan untuk memberkati orang-orang yang jelas statusnya bercerai dengan isterinya kemudian menikah lagi. Tentu kita tidak berpedoman kepada ajaran gereja namun kembali kepada firman Tuhan bahwa apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6), bahwa seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya (1 Kor. 7:10-11).  Bahkan dengan jelas Tuhan mengatakan bahwa Ia sangat membenci perceraian (Mal. 2:15).
Jadi, jelas bahwa dalam pernikahan Kristen tidak dibenarkan ada perceraian kecuali oleh karena kematian.
4.      Suami-isteri sederajat dihadapan Tuhan
Banyak pandangan bahwa lelaki (suami) memiliki derajat yang lebih tinggi di banding dengan perempuan (isteri). Padahal dari sejak semula Allah menciptakan manusia itu sederajat dihadapanNya. Lelaki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1 : 26-27), ini berarti bahwa tidak ada perbedaan derajat laki-laki dan perempuan di mata Allah. Bahkan pada bagian lain Firman Tuhan mengatakan bahwa: Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus (Gal. 3:28). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa seorang laki-laki ditetapkan Allah sebagai pemimpin(kepala) di dalam suatu rumah tangga (Ef. 5:22-23) tetapi ini tidaklah menunjukkan kepada kedudukan laki-laki dan wanita di hadapan Allah sebab itu lebih mengacu kepada hubungan Kristus dengan jemaat, dimana kristus adalah adalah kepala atas jemaat.
5.      Suami-isteri menjadi satu di dalam Tuhan
Banyak sekali kita melihat keluarga Kristen mengalami permasalahan yang berujung pada perceraian. Hal yang paling sering menjadi alasan mengapa memilih jalan ini adalah karena satu sama lain sudah merasa tidak ada kecocokan. Ketika ditanya mengapa tidak ada kecocokan, maka jawaban yang paling sering muncul adalah terlalu banyak perbedaan. Apakah yang salah dengan perbedaan? Tidak ada yang salah dengan perbedaan itu, sebab Tuhan menjadikan memang berbeda dan Tuhan tidak pernah mengatakan keduanya akan menjadi sama tetati Tuhan berfirman: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat.19:5-6). Jadi antara seorang laki-laki dan perempuan bukan diminta menjadi sama tetapi menjadi satu, sehingga jika keduanya menyadari hal tersebut maka setiap perbedaan yang ada tidak akan menjadi suatu masalah tetapi mejadi suatu keindahan dalam suatu rumah tangga.


Friday, July 19, 2019

Iman Yang Menyelamatkan


Thema             : Iman Yang Menyelamatkan
Nats                 : Yak. 2:14
Oleh                 : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.

A.       PENDAHULUAN
Di Abad 10, Gunung Mokattam di Mesir menjadi bukti nyata dari iman yang dapat memindahkan gunung. Saat itu Mesir diperintah oleh Khalifah Al Mu’izz. Ia meminta kepada pemimpin gereja  bernama Abraam bin Zara untuk memindahkan Gunung Mokattam karena ia ingin membuktikan apa yang tertulis dalam Matius 17:20. Jika tidak bisa, Abraam dan  umat Kristen di Mesir harus meninggalkan iman Kristen dan berpindah agama sebagai pemeluk agama Islam; apabila mempertahankan keimanan Kristennya, mereka harus berpindah keluar dari tanah Mesir; atau mereka akan dibunuh. Abraam berkata, ”Kami tidak dapat berbuat apa-apa tanpa campur tangan Tuhan.” Ia memerintahkan semua orang Kristen di seluruh tanah Mesir untuk berdoa dan berpuasa selama 3 hari. Di saat yang telah ditentukan, di depan gunung Mokattam, umat Kristen berseru dengan iman, ”Tuhan kasihanilah kami.” Setelah 400 kali menyerukan kalimat itu, gempa besar melanda gunung dan menyebabkan gunung itu bergeser hingga 3km dari timur ke barat. Ini adalah sebuah peristiwa iman yang luar biasa. Sehingga dengan tegas Yesus berkata kepada seorang perempuan : Imanmu telah menyelamatkanmu. Namun timbul sebuah pertanyaan. Bagaimanakah jika gunung itu tidak berpindah? Apakah orang Kristen di Mesir saat itu tidak selamat?
Di abad ke-20, seorang hamba Tuhan bernama Pdt. Bigman Sirait dalam bahasa imannya berkata: “Iman yang besar sanggup memindahkan gunung, tetapi iman yang benar adalah tetap percaya meskipun gunung tidak berpindah”. Bagaimanakah iman yang menyelamatkan?

B.       ISI
1.      Arti Iman
Ibrani 11:1 berkata: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Dari pernyataan ini berarti iman adalah:
·      Dasar kita berharap, artinya bahwa dengan memiliki iman maka kita memiliki suatu pengharapan baik untuk kehidupan saat ini maupun kehidupan yang akan datang.  Dengan harapan itulah maka kehidupan yang terkadang melelahkan ini tidak membuat menjadi lemah tetapi sebaliknya tetap kuat. Sebab pengharapan itu tidak pernah mengecewakan (Rm. 5:4-5)
·      Bukti dari sesuatu yang belum terlihat, artinya bahwa dengan memiliki iman maka kita dapat melihat sesuatu jauh ke depan yang belum tampak oleh mata. Dengan Iman Abraham melihat tanah perjanjian sehingga ia berangkat dari Ur-Kasdim (Kej. 12:1) Dengan iman pula ia melihat keturunannya seperti bintang di langit (Kej. 15:5). Apakah Abraham sampai di Tanah Perjanjian? Jangankan Abraham, Musa yang adalah pelopor Hukum Taurat, nabi Eksodus yang membawa umat Tuhan dari perbudakan di Mesir pun hanya sampai di Nebo. Namun dalam kacamata iman mereka telah melihat Tanah perjanjian itu.
2.      Iman Yang Menyelamatkan
Sering kita mendengar ungkapan dari seorang  Kristen : “Yesus Kaulah segalanya bagiku”. Apakah ungkapan itu sebagai bahasa orang beragama, bahasa orang berTuhan atau bahasa orang beriman. Sebab banyak orang beragama tetapi tidak berTuhan apalagi beriman. Bagaimanakah iman yang membawa seseorang pada keselamatan?
·      Iman yang disertai perbuatan (Yak. 2:17). Apakah Abraham akan dipanggil “Bapa Orang Beriman” jika ia tidak membawa Ishak ke gunung Muria untuk dipersembahkan kepada Tuhan?(Kej.22:2-3). “Iman berharga karena perbuatan, perbuatan bernilai karena iman
·      Iman yang dipenuhi dengan ucapan syukur (Luk. 17:15-16 dan 19). Dari 10 yang berpenyakit kusta hanya 1 yang kembali menemui Yesus sambil memualikan Allah dan mengucap syukur. Siapakah yang 1 itu? Orang Samaria yang di mata orang Yahudi adalah orang Kafir.
·      Iman yang tulus dan penuh keyakinan (Mrk. 5:28 dan 33-34). Seorang wanita mengalami pendarahan 12 tahun berkata: “Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh”. Penyataan iman yang luar biasa.
·      Iman yang mengabaikan cacian orang lain (Mrk. 10:48 dan 52). Seorang buta bernama Bartimeus di bentak dan disuruh diam saat memanggil Yesus. Biarlah kita terhina dihadapan manusia tetapi bernilai dimataNya.
·      Iman yang berani membayar harga (Luk.7:38 dan 50). Seorang wanita meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangi. Dalam Yoh. 12:3 dikatakan minyak Narwastu murni yang mahal harganya sehingga muridnya khususnya  Yudas Iskariot menganggapnya sebagai pemborosan dan lebih baik dijual dan dan diberikan kepada orang miskin (munafik).
·       Iman yang tetap teguh meski gunung tidak berpindah. Sadrakh, Mesakh dan Abednego (Dan. 3:17-18).  Duri dalam daging/penyakit Rasul Paulus yang tidak diangkat Tuhan (2 Kor. 12:8-10). Elisa sakit dan mati padahal dia memiliki karunia penyembuhan (2 Raj. 5:10), bahkan mayat yang dicampakkan ke kubur Elisa hidup kembali setelah mengenai tulang-tulangnya (2 Raj. 13:21). Tetapi ia tetap percaya walau sakitnya tidak sembuh.

C.       KESIMPULAN
Milikilah iman yang membawa kita kepada keselamatan. Dengan iman segala perkara hidup kita (kesehatan, perekonomian, masa depan, dll) akan Tuhan pulihkan. Tetapi jangan sekali-kali kita beri label iman untuk kepuasan kita. Dan ingat puncak dari iman kita adalah tetap percaya walau gunung tidak berpindah. TYM. Amin.
Donasi Untuk Pengembangan Pelayanan. 
No. Rekening BNI : 0330445252 (Cabang Medan)
Nama : Bpk NELSON