Thursday, June 24, 2021

Menakar Kepemimpinan MD Sumut 2021

                 Thema            : Menakar Kepemimpinan MD Sumut 2021

                 Nats                : 1 Petrus 5:2-3

                 Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

A.      PENDAHULUAN

Dalam segala aspek kehidupan, kepemimpinan dan pemimpin merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan suatu organisasi, baik dalam dunia usaha maupun dalam dunia pendidikan, pemerintahan, politik, kesehatan, dan agama. Kepemimpinan merupakan gagasan Allah dari kekekalan, demikian juga halnya ketika Ia menciptakan manusia (Kejadian 1:26). Bahwa Adam ditetapkan sebagai pemimpin untuk berkuasa atas segala ciptaan. Tentu berkuasa dalam hal ini tidak berarti bertindak secara otoriter atau sesuka hati tetapi lebih kepada mengelola segala ciptaan dengan sebaik mungkin. Dalam sejarah kepemimpinan gereja kita melihat berbagai tipe kepemimpinan dengan segala plus minusnya yang akhirnya mengantarkan gereja sampai hari ini. Dalam konteks lebih kecil kita bisa melihat perjalanan GKRI sejak berdiri tahun 1971 oleh Prof. DR. S. J. Sutjiono sampai hari ini. Ada riak-riak dalam setiap periode kepemimpinan yang terkadang menimbulkan gab atau kelompok diantara sesama hamba Tuhan. Sebenarnya ini hanyalah pengulangan sejarah, sebagaimana kita melihat hal serupa dialami oleh pemimpin sekelas Paulus di Jemaat Korintus (1 Kor. 1:12). Artinya ini bukanlah hal baru tetapi selalu dibutuhkan hati yang baru untuk menyikapinya sehingga pekerjaan Tuhan terus berjalan dengan baik. GKRI Sumut kedepan membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki integritas dan kapabilitas sehingga pelayanan wilayah Sumut semakin baik hari lepas hari.

B.      ISI

1.      Tipe-tipe kepemimpinan.

a.       Otoriter. Tipe kepemimpinan yang cenderung diktator atau memaksa bawahannya utuk melakukan kehendaknya (ay. 2). Contoh: Adolf Hitler.

b.      Demokratis. Kebalikan dari otoriter, bahwa ia selalu menerima pendapat atau saran dari setiap anggotanya untuk menentukan suatu keputusan bersama. Contoh: Mahatma Gandhi.

c.       Kharismatik. Pemimpin yang memiliki energi (daya tarik) yang luar biasa untuk mempengaruhi para pengikutnya. Contoh: Nelson Mandela.

d.      Paternalistik. Kepemimpinan yang selalu melindungi bawahannya, memiliki sifat maha tahu yang besar sehingga jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Contoh: Guru model lama.

e.       Militeristik. Menerapkan sistem komando dalam menggerakkan bawahannya. Contoh: Soeharto, Kim Jong Un.

2.      Tipe kepemimpinan yang diharapkan untuk GKRI Sumut ke depan.

Dari kelima tipe kepemimpinan di atas tentu memiliki sisi positif dan negatif. Tentu kita butuh pemimpin yang kharismatik yang memiliki sikap demokratis yang selalu melindungi (memayungi) bawahannya dan tidak plin-plan (mudah berubah/tidak tegas) dan bisa menjadi komando yang baik. Dengan kata lain kita mengharapkan pemimpin MD Sumut ke depan memiliki karakter sesuai dengan anjuran Alkitab. Apa kata Rasul Petrus tentang seorang pemimpin?

a.       Menjadi teman bagi semua (ay. 1). Pertemanan takkan pernah dibatasi oleh jabatan, bahwa seorang jenderal akan duduk bersama seorang satpam dalam konteks berteman. Pemimpin harus bisa masuk kesemua lapisan. Artinya seorang pemimpin haruslah low profil.

b.      Tidak memaksakan kehendak dalam memimpin (ay. 2). Ketika yang dipimpin melaksanakan peritah maka seorang pemimpin perlu melihat apakah karena keterpaksaan atau dengan sukarela. 

c.       Jangan mencari keutungan pribadi (ay. 2). Ketika seorang memimpin dengan baik pasti ia beroleh keuntungan seperti pesan Tuhan kepada Yosua saat melanjutkan kepemimpinan Musa bahwa ia akan beutung (Yos. 1-7-8).  Tetapi pemimpin yang baik takkan pernah mencari keuntungan pribadi tetapi keuntungan (kepentingan) organisasi.

d.      Menjadi teladan (ay. 3). Yesus berkata bahwa Anak Manusia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Bahwa Kristus telah menunjukkkan suatu teladan sebagai pemimpin.

e.       Redah hati (ay. 5). Bahwa seorang pemimpin harus belajar dari orang tua (orang yang punya pengalaman). Jokowi sebagai presiden suka sowan (meminta nasihat) kepada orang-orang yang berpengalaman dalam memimpin. Yesus berkata: Barangsiapa yang mau menjadi besar hendaklah ia menjadi pelayan (Mat. 20:26-27).

f.        Pribadi yang siaga (ay. 8). Bahwa seorang pemimpin harus selalu waspada dengan segala sesuatu yang bisa merongrong organisasi yang ia pimpin.

C.      PENUTUP

Tidak ada seorang pemimpin yang sempurna sebab ia manusia yang lemah dan terbatas. Tetapi saat seorang pemimpin selalu belajar dan berserah diri kepada pimpinan Tuhan maka ia akan diberikan hikmat dan kekuatan dalam melaksanakan kepemimpinanya. Jadi jika Tuhan mempercayakan kita untuk memimpin GKRI Sumut ke depan pimpinlah dengan takut akan Tuhan. Amin.

Friday, June 11, 2021

Kehadiran Kaum Pria Minim Dalam Ibadah

                      Thema            : Kehadiran kaum pria minim dalam ibadah 

                     Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

A.      PENDAHULUAN

Jika dilakukan suatu pengamatan seputar kehadiran jemaat di gereja maka akan diperoleh data bahwa jumlah pria khususnya kaum bapak akan selalu lebih sedikit dari kaum wanita (kaum ibu). Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah populasi wanita lebih besar dari pria saat ini. Tetapi dalam hal jumlah kaum bapak dan ibu seharusnya sama. Sebab dalam sebuah keluarga Kristen konsepnya jelas satu lelaki dan satu perempuan menjadi satu daging. Sehingga idealnya jumlah kaum bapak dan ibu yang hadir dalam suatu ibadah seimbang. Namun faktanya jumlah kaum bapak selalu lebih sedikit. Sementara tokoh di dalam Alkitab baik para nabi, rasul, raja, dll. Selalu didominasi kaum pria. Bahkan Allah saja digambarkan sebagai pribadi yang maskulin (bergender pria). Yesus dalam kemanusiaanNya pun adalah seorang pria. Jadi harusnya seorang pria harus lebih maksimal dalam hal ibadah tanpa mengesampingkan kaum wanita. Dalam hal kepemimpinan pun Tuhan menunjuk kaum pria sebagai kepala (Imam) dalam sebuah rumah tangga.

B.      ISI

1.      Mengapa kehadiran kaum pria minim dalam ibadah?

a.       Karena keliru dalam memahami makna tanggung jawab.

Bahwa seorang laki-laki harus berpeluh dalam menafkahi keluarga (Kej. 2:17-19) adalah benar tetapi itu bukan berarti 7 hari dalam seminggu digunakan untuk bekerja. Ingat bahwa berkat Tuhan yang menjadikan kaya (tercukupi) bukan susah payah kita saat bekerja (Ams. 10:22). Saat seorang bapa mencari kerajaan Allah (beribadah) dan mencari kebenaran (Yesus) maka semuanya akan ditambahkan (Mat. 6:33).

b.      Karena akal lebih dominan dari iman.

Pria bermain logika dan perasaan ada pada wanita. Menurut logika jika setiap hari habis 2 kg beras maka sebulan harus 60 kg. Maka setiap hari harus menghasilkan minimal 2 kg beras termasuk hari minggu. Tetapi saat iman bekerja 5 roti dan 2 ikan (Mrk. 6:38) dapat mencukupi kebutuhan sebulan. Jadi jangan gunakan logika matematika dalam perhitungan Tuhan sebab Tuhan punya cara sendiri dan kita akan terkagum-kagum oleh berkatNya.

c.       Karena takut dianggap sebagai lelaki feminim

Ada kesan dibenak para lelaki dianggap sebagai laki-laki yang lemah (tidak keren) kalau rajin beribadah. Laki-laki yg keren adalah mereka yang duduk di kafe, di kedai tuak, ditempat fitness. Laki-laki yang gagah adalah mereka yang kuat secara fisik ditambah rokok ditangan. Jadi saat ada seorang pria rajin beribadah maka kelompok ini akan bilang : “Udah kayak pendeta kawan itu bah!”. Sehingga seorang pria menjadi malas sering-sering ke gereja karena takut di ceritakan sama teman-temannya.

d.      Karena memandang persekutuan sebagai kegiatan sosial.

Ada pemikiran bahwa mengikuti ibadah tak jauh beda dengan mengikuti kegiatan STM atau sejenisnya. Bahwa dalam kegiatan sosial kehadiran tidak perlu semua anggota keluarga hadir yang penting ada yang mewakili. Para suami sering menyuruh isteri dan anak-anaknya untuk hadir dalam ibadah sehingga seolah-olah itu mewakili kehadirannya.  

            Mungkin masih ada alasan-alasan lain mengapa pria minim hadir dalam suatu ibadah, tetapi apapun alasannya sesungguhnya itu terjadi karena para pria ini tidak bertumbuh secara rohani.

2.      Akibat minimnya kehadiran para pria dalam ibadah.

a.       Tidak cakap dalam memimpin memimpin isteri.

Ketika Ayub hidup saleh dan takut akan Tuhan (Ayub 1:1) maka ia dapat memimpin isterinya walau ada masalah yang begitu besar. Sementara seorang Simson dan Ananias gagal dalam membangun keluarga karena tidak membangun persekutuan dengan Tuhan.

b.      Tidak cakap dalam memimpin anak-anak.

Salomo berkata bahwa: Seorang anak seperti anak panah ditangan pahlawan demikianlah anak-anak pada masa mudanya (Maz. 127:4). Pahlawan dari seorang anak adalah bapanya. Bahwa Daud sebagai bapanya selalu mengajarkan Firman Tuhan kepada Salomo. Bagaiman seorang bapa mengajarkan Firman Tuhan jika ia sendiri tidak mengerti?

c.       Cenderung mengambil tidakan tanpa perhitungan.

Ketika Yusuf menghadapi masalah yang besar dalam perkawinannya maka ia tidak terburu-buru memutuskan tetapi dengan penuh pertimbangan sampai akhirnya datang pertolongan Tuhan (Mat. 1:20). Sementara Simson tanpa berpikir panjang memutuskan perkawinannya dengan Delila perempuan Filistin penyembah berhala hanya karena alasan suka dan malapetaka pun datang.

            Mungkin masih ada akibat-akibat yang lain, tetapi yang pasti minimnya kehadiran para pria dalam ibadah akan mendatangkan akibat yang negatif dan hal terburuknya keluarganya takkan menjadi bagian dari kerajaan sorga.

C.      PENUTUP

Tuhan menetapkan bahwa kaum prialah sebagai imam (pemimpin) di dalam sebuah rumah tangga. Biasanya jika seorang pemimpin tidak hadir dalam suatu organisasi maka para pegawai atau anggotanya pun akan bekerja seadanya saja. Demikian juga seorang pria (bapa) ketika tidak hadir ditengah keluarga sebagai seorang imam lewat kehadirannya dalam setiap persekutuan maka semua anggota keluarganya juga takkan maksimal secara rohani. Marilah para pria (kaum bapa) pimpinlah keluargamu untuk semakin bertumbuh di dalam Tuhan. Tuhan Yesus memberkati. AMIN.

Wednesday, June 9, 2021

Mengatur Perekonomian Keluarga

 

Thema                 : Mengatur Perekonomian Keluarga

Nats                       : Ibrani 13:5

Oleh                      : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

 

 

A.      PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagian sebuah keluarga adalah saat perekonomian keluarga berjalan dengan lancar. Tentu kita tidak setuju dengan pernyataan “Hepeng do na mengatur negara on (Uang yang mengatur segalanya)”. Harus kita akui bahwa untuk segala sesuatu membutuhkan benda yang namanya uang tetapi tidak semua hal bisa dinilai dengan uang. Ada keluarga yang sumber penghasilannya besar namun sering bermasalah bahkan terjadi keributan seputar keuangan keluarga. Sebaliknya ada keluarga yang sumber penghasilannya biasa-biasa saja tetapi adem sampai akhir bulan. Mengapa terjadi situasi yang bertolak belakang di antara kedua keluarga tersebut? Tentu semua kembali pada pengaturan perekonomian yang dibuat oleh kedua keluarga tersebut. Sebuah pepatah mengatakan “Besar pasak dari pada tiang”. Jika pengeluaran lebih besar dari pada apa yang dihasilkan diawal bulan maka sudah barang tentu akan terjadi defisit (minus) diakhir bulan. Mari belajar dari Firman Tuhan sehingga kita bisa aman dari awal sampai akhir bulan.

B.      ISI

1.       Prinsip praktis tentang pengaturan ekonomi keluarga.

a.       Belajar mencukupkan diri (Ibr. 13:5). Menurut Adam Smith (Econom) manusia adalah mahluk ekonomi yang cenderung tidak pernah merasa puas (cukup). Artinya saat suatu keinginan tercapai maka akan ada keinginan yang lebih besar. Jadi kapankah manusia merasa cukup? Ketika seseorang mampu bersyukur maka disanalah letak rasa cukup. Bahwa kebahagiaan adalah kombinasi rasa cukup dan ucapan syukur.

b.       Belajar hidup hemat (Ibr. 13:9). Gaya hidup manusia hari lepas hari semakin konsumtif yang artinya menggunakan uang untuk hal-hal yang tidak terlalu penting. Hanya karena kemalasan maka seseorang akan memesan makanan melalui Go-Food. Makanan siap saji sesungguhnya bukan budaya kita tetapi hari ini dengan bangga banyak orang melakukannya. Ingat ajaran leluhur kita “Hemat pangkal kaya”.

c.       Belajar hidup sederhana (1 Tim. 6:8). “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah”. Tentu kata “asal” yang diucapkan Paulus maksudnya bukan asal-asalan (sembarangan) tetapi mengarah kepada pola pikir yang sederhana. Bahwa sesungguhnya hidup ini murah tapi tetapi gengsi yang membuat susah, hidup ini sederhana tetapi merk yang membuat jadi bisa merana. Tuhan tidak menyuruh seorang isteri berpakaian indah dan mahal tetapi berpakaian sederhana dan sopan (1 Tim. 2:9).

d.       Belajar hidup menabung (Kej. 41:48-49). “Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”. Selama tujuh tahun masa kelimpahan Yusuf menabung (menyimpan) gandum dilumbung sehingga tujuh tahun masa kesusahan (kekeringan) dapat ia atasi dengan baik. Mari belajar untuk menyimpan gandum dilumbung.

e.       Bekerja dengan giat (2 Tes. 3:10). Dengan tegas Paulus berkata bahwa seorang yang tak mau bekerja tak layak untuk makan. Benar bahwa berkat datang dari Tuhan tapi firman Tuhan berkata bahwa tangan yang malas dan lamban akan mendatangkan kemiskinan (Ams. 10:4).

2.       Prinsip teologis tentang pengaturan ekonomi keluarga.

a.       Menyakini janji penyertaan Tuhan (Ibr. 13:5b). Tuhan takkan membiarkan dan meninggalkan kita dalam lembah kesusahan saat kita berseru padaNya. Bahwa tidak akan pernah orang benar  dan keturunannya menjadi peminta-minta (Maz. 37:5). Perlu diingat bahwa berkat Tuhan yang menjadikan kaya (tercukupi perekonomian) susah payah tidak akan menambahinya (Ams. 10:22). Artinya bahwa saat kita mencari kerajaan Allah (berdiam di rumah Tuhan) maka disanalah berkat itu akan mengalir. Bahwa Allah sendiri pun bekerja selama 6 hari dan pada hari ke-7 Ia beristirahat dan menguduskan hari itu.

b.       Mengembalikan sebagian berkat Tuhan kerumahNya (Mat. 22:21). Saat kita menerima berkat dari Tuhan maka sudah selayaknya kita berterima kasih (bersyukur) kepada Tuhan dengan jalan mengembalikan sebagian dari berkat itu untuk pekerjaan Tuhan. Ingat Tuhan tidak membutuhkan uang kita tetapi untuk kelangsungan pekerjaan Tuhan melalui gereja maka Tuhan meminta kita untuk mengambil bagian. Dan saat kita mengerjakan bagian kita maka Ia akan memberkati kita dengan caraNya yang luar biasa.

C.       PENUTUP

Karena perekonomian menjadi salah satu faktor penentu kebahagiaan keluarga maka tatalah sebaik mungkin sesuai dengan firman Tuhan baik secara praktis maupun teologis. Tentu ini tidak semudah membalik telapak tangan tetapi sesuatu yang bisa diupayakan melalui suatu perjuangan bersama seluruh anggota keluarga dan dengan tuntunan Tuhan sehingga kebahagiaan akan kita nikmati. Tuhan Yesus memberkati. AMIN.

Thursday, June 3, 2021

Sikap Anak Dalam Menghormati Orang Tua

                            Thema            : Sikap Anak Dalam Menghormati Orang Tua

                            Nats                : Efesus 6:1-4

                            Oleh                 : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

A.      PENDAHULUAN

Semua orang pernah menjadi anak dari seorang ayah dan ibu walaupun tidak semua orang akan menjadi seorang ayah atau ibu. Seorang anak yang patuh dan taat serta menghargai orangtua adalah harapan dari setiap orangtua. Sehingga pernah seorang ibu berkata: “Biarlah engkau menjadi bayi kecilku selamanya”. Apa makna ungkapan ibu tersebut? Bahwa ketika seorang ibu berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk menghadirkan seorang anak ke tengah dunia terbayar ketika melihat senyuman, tangisan, kelucuan dan keceriaan bayinya tersebut. Namun kebahagiaan itu terkadang pudar bahkan bisa hilang tatkala anak tumbuh menjadi dewasa terlebih saat seorang anak kurang atau bahkan tidak peduli dengan didikan dan nasihat dari orangtuanya. Maka kerinduan seorang ayah atau ibu adalah melihat anaknya tetap “bayi” yang bisa ia peluk, selalu dekat dengannya sebab ada kalanya si anak harus meninggalkannya saat generasi berganti. Wahai anak-anak dengarlah jeritan hati ayah dan ibumu yang selalu merindukanmu dalam setiap desahan nafasnya. Igatlah bahwa ada kalanya nanti engkau takkan bersamanya lagi. Buatlah ia bahagia selama ia ada didunia ini dengan jalan jadilah kamu anak yang berbakti kepadanya.

 

B.      ISI

1.      Arti menghormati orang tua (ay. 2)

a.       Menurut KBBI menghormati berarti: menaruh hormat (sopan), menghargai, menjunjung tinggi, mengakui dan menaati.

b.      Secara teologis: Hormat (Kavood) yang berarti “menjadi bernilai”. Bahwa saat kita menghormati seseorang maka kita memberi nilai tinggi (menghargai) orang tersebut (Ul. 32:3)

Jadi menghormati orang tua berarti menaruh hormat kepada orang tua sebagai pribadi yang bernilai tinggi dalam kehidupan seorang anak.

2.      Sikap seorang anak yang menghormati orang tua

a.       Menaati orang tua di dalam Tuhan (ay. 1). Selama apa yang dikatakan orang tua masih sesuai firman Tuhan maka itu haruslah ditaati.

b.      Mendengar didikan dan nasehat orang tua di dalam Tuhan (ay. 4b, Ams. 13:1). Bahwa secara umum orang tua akan mendidik dan menasihati anaknya ke jalan yang benar. Orang tua yang tak berTuhanpun mendidik anaknya ke arah yang baik apalagi orang tua yang mengenal Tuhan.

c.       Memiliki rasa segan kepada orangtua (Im. 19:3). Bahwa seseorang yang takut (segan) kepada Tuhan akan terlihat saat ia juga segan kepada orantuanya.

d.      Berusaha membuat orang tua bangga (Ams. 10:1).

3.      Hasil bagi seorang anak yang menghormati orang tua

a.       Berbahagia atau baik keadaannya (ay. 3, Ul. 5:16). Saat seorang anak menghormati orangtuanya maka orangtua akan bahagia dan kebahagiaan itu akan dirasakan oleh semua keluarga. Timotius menjadi pibadi yang berbahagia saat ia menaati ibunya Eunike dan neneknya Lois (2 Tim. 1:5). Sementara Simson menderita saat tidak mau mendengar nasihat orangtuanya (Hak. 14:3).

b.      Panjang umur atau lanjut umur (ay. 3, Ul.5:16). Tentu seorang anak yang menghormati orang tua pikirannya akan lebih tenang. Dengan pikiran yang tenang ditambah doa orang tua maka tak berlebihan jika dikatakan umur si anak akan panjang walaupun bicara umur semua kembali kepada Tuhan.

4.      Sikap orang tua terhadap anak.

Sebagai orangtua di dalam Tuhan maka harus memberikan rasa nyaman kepada seorang anak dengan cara:

a.       Menjaga perasaan anak-anak (ay. 4). Marahi dan cintai.

b.      Menghukum dengan kasih (Ams. 23:4). Dipukul kemudian dirangkul.

 

C.      PENUTUP

Menghormati orang tua adalah kewajiban setiap anak sejak ia terlahir sampai ia kembali ke alam keabadian. Saat menghormati orangtua sesungguhnya kita sedang merancang suatu kebahagiaan dimasa yang akan datang. Setidaknya dengan memperlakukan orangtua kita dengan baik kita sedang mempersiapkan seorang anak yang akan memperlakukan kita dengan baik kelak. Sebab apa yang kita tanam maka itu yang kemudian akan kita tuai. Tuhan memberkati.