Thema : Jangan Menghakimi
Nats : Kej 50:15-21
Oleh : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.
1.
Apakah arti menghakimi?
a. Menurut KBBI: Mengadili atau berlaku sebagai hakim
untuk memutuskan seseorang salah atau tidak.
b. Menurut Alkitab: Membalaskan segala perbuatan
yang jahat yang dilakukan oleh seseorang di masa lalu (ay. 15, Mat. 12:36).
2.
Mengapa orang percaya diminta jangan
menghakimi orang lain?
a. Karena menghakimi adalah hak Allah
Yusuf
berkata: “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?” Yusuf sadar bahwa
ia tak berhak menghakimi atau membalas kejahatan saudara-saudaranya. Yusuf tahu
bahwa mengakimi adalah hak Allah. “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah
kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah,
sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut
pembalasan, firman Tuhan (Rm. 12:19).
b. Karena kejahatan orang lain pun bisa Tuhan pakai
menjadi berkat bagi seseorang.
Yusuf
berkata: “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi
Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti
yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar”
(Kej. 20:50). Bahwa apapun yang terjadi dalam hidup orang percaya, semua ada
dalam rancangan Tuhan. Termasuk kejahatan yang dilakukan orang lain adalah
bagian dari rencana Tuhan, maka biarkan Tuhan yang berperkara. Jangan pernah
mencampuri urusan Tuhan dalam merancang hidup kita. Haman ingin menjadi hakim
atas Mordhekai dan ingin menyulakan dia pada tiang gantungan, tapi Tuhanlah
Hakim yang adil dan akhirnya melalui Ratu Ester dan Raja Ahasyweros, Haman disulakan pada tiang
gantungan (Est. 7:10). Dan akhirnya semua harta kekayaan Haman berpindah kepada
Mordhekai.
c. Karena tugas kita adalah menghibur dan menenangkan
hati bukan menghakimi
“Demikianlah
ia (Yusuf) menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataanya”
(ay. 21). Mulut orang percaya akan mengeluarkan perkataan yang membuat orang
beroleh kasih karunia (Ef. 4:29).
3.
Apakah
perbedaan menasihati dengan menghakimi?
Orang percaya harus berhati-hati
dalam memberikan nasihat karena bisa berakhir dengan menghakimi. Bisa jadi saat
menasihati kita beralih menghakimi/menyalahkan dan orang yang dinasihati bisa merasa
dihakimi. Apa perbedaan menasiahti dengan menghakimi?
a.
Menasihati
disertai rasa empati, menghakimi disertai rasa emosi (marah)
Lalu menangislah Yusuf, ketika orang-orang berkata demikian
kepadanya (ay. 17). Ketika Haman melihat bahwa Mordekhai tidak berlutut
kepadanya, maka sangat panaslah hati Haman (Est. 3:5, 5:9).
b.
Menasihati menghadirkan
rasa nyaman , menghakimi menghadirkan tekanan.
Yusuf berkata: Janganlah takut (ay. 19 dan 21). Jadi Haman mencari
ikhtiar memunahkan semua orang Yahudi, yakni bangsa Mordekhai itu (Est. 3:6).
c.
Menasihati diakhiri
dengan solusi, menghakimi diakhiri dengan hukuman
Yusuf berkata: “Aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu
juga” (ay. 21). Haman mengirim surat ke semua daerah agar orang Yahudi
dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan serta dirampas segala harta milik mereka
(Est. 3:13).
No comments:
Post a Comment