Isteri atau Ibu?
Oleh:
Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.
Suatu hari seorang laki-laki (Dodi) mendengar berita bahwa ibunya sedang sakit,
tetapi satu jam ke depan ia pun harus menemani isterinya untuk operasi anak
pertama mereka. Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk pergi melihat
ibunya dan menitipkan isterinya kepada adik iparnya (Eka) untuk di bawa ke
rumah sakit. Setelah setengah jam melaju dari rumahnya ia tiba di rumah ibunya.
Dengan tergesa-gesa ia masuk ke rumah dan melihat ibunya sedang berbaring.
Ibu bagaimana keadaanmu, apa yang sakit bu?
Hanya sedikit nyeri di dada jawab sang ibu. Sebelum anak tersebut bertanya
lebih lanjut, si ibu yang bertanya: Bagaimana keadaan isterimu, bukankah
seharusnya dia sudah waktunya melahirkan? Si anak menjawab: Ia bu, hari ini ia
akan operasi di rumah sakit, tadi sudah saya minta Eka untuk menemaninya ke
rumah sakit. Tiba-tiba ibunya bangun dari tempat tidurnya dan menghardik anaknya:
Dodi…, sekrang juga pergi ke rumah sakit temani isterimu untuk operasi,
cepaaatt ! Tapi, ibu jawab Dodi. Tidak ada tapi…tapi, segera pergi sekarang.
Ibu, bagiamana aku meninggalkanmu yang sedang sakit? Jangan pikirkan ibu, ada
ayahmu yang akan mengurus ibu dan itu memang tanggung jawabnya, ada abang dan
adikmu juga akan datang bergantian menjenguk ibu. Tetapi isterimu disana butuh
dirimu untuk menemani dan memberi semangat. Ingat Dodi, ia telah meninggalkan
lelaki yang paling ia cintai, cinta pertamanya yaitu ayahnya untuk mengurus
dirimu yang telah ia pilih sebagai suaminya, ia telah meninggalkan ibunya yang
telah melahirkan dan merawat dia sejak bayi untuk menemani hari-harimu, dan
hari ini ia rela perutnya di belah untuk menghadirkan buah cintamu ke tengah
dunia ini, sanggupkah engkau membiarkan dia sendirian?
Ia, Dod. Benar yang dikatakan ibumu, pergilah
urus isterimu. Dia sangat membutuhkan dirimu menemani dan memberi semangat
sebelum masuk ruang operasi. Ayah yang bertanggung jawab terhadap ibumu,
walaupun ayah juga tidak sekuat dulu, tapi masih bisa menjaga ibumu. Pergilah
nak, kita sedang menghadapi situasi yang sama. Ayah harus fokus mengurus ibumu,
demikian juga kamu fokuslah mengurus isterimu. Baik ayah, baik ibu, maafkan
Dodi yang telah melakukan kekeliruan (memeluk sang ibu dan ayahnya sembari
berpamitan).
Akhirnya Dodi melaju dengan kencang dan tiba
di Rumah Sakit, disana Eka sedang mengurus berkas-berkas untuk persiapan
operasi, sementara isterinya sudah masuk di ruang tunggu sebelum masuk ruang
operasi. Singkat cerita operasi berjalan dengan baik, terlahirlah seorang putri
cantik.
Ibu dan isteri memang bukanlah pilihan, tetapi
seorang suami harus bijak menyikapinya dan tahu apa yang menjadi fokusnya
ketika berani melangkah meninggalkan keluarganya (ayah dan ibunya) dan bersatu
dengan isterinya. Bahwa ada satu hubungan yang lebih kuat dari hubungan darah,
itulah kekuatan CINTA. Seorang perempuan dilahirkan ibunya (operasi) dengan
biaya 8-15 juta, anak itu dirawat dari 0-5 tahun dengan biaya 10-20 juta, masuk
TK-Perguruan Tinggi 80-500 juta, bahkan dicarikan pekerjaan dengan biaya 20-100
juta. Setelah ia bekerja datanglah seorang pria sederhana atas nama CINTA melamarnya dengan
biaya 20-an juta. Dan dengan sukarela ayah ibunya melepas putrinya yang sangat
ia cintai untuk mengurus laki-laki yang tak pernah ia kenal sebelumnya.
Andaikata, si laki-laki lebih peduli ibunya dari pada isterinya, lebih
mendengar ibunya dari pada isterinya, saat bepergian lebih memikirkan oleh-oleh
untuk ibunya dari pada isterinya, bayangkan betapa sedihnya hati orang tua si
wanita tersebut.
Hai laki-laki, ingatlah engkau telah
memilihnya karena CINTA, maka cintailah dia dengan sepenuh hatimu, memang ia
tidak sempurna seperti juga dirimu, tapi ia telah rela meninggalkan orang-orang
yang ia cintai hanya untuk menemani hari-harimu sampai akhir nanti.
Cerita in terinspirasi karena percakapan
penulis dengan beberapa rekannya, sebut saja si A, si B dan si C. Dimana
ketiganya memiliki pandangan yang berbeda. Si A mengatakan harus mengutamakan
ibu, karena ibu tak tergantikan (isteri bisa diganti). Si B mengatakan, saya lebih
condong ke ibu, tapi tergantung situasilah katanya. Si C dengan yakin
mengatakan, isteri adalah yang utama bagi saya, bahkan dari anak sekalipun,
sebab ayah-ibuku akan kutinggalkan (saat aku berkeluarga), anak-anakku pun
akan meningalkanku setelah mereka berkeluarga, dan hanya isterikulah yang akan
tetap bersamaku sampai salah satu diantara kami menutup mata.
Sempat saya berpikir, apakah ada dogma atau
ajaran agama yang menjadi dasar ketiga orang ini mengambil sikap tersebut
(karena ketiga orang tersebut berbeda keyakinan, Islam, Kristen dan Hindu).
Bagaimana dengan pembaca sekalian, boleh memberi pandangan dengan bahasa yang baik.