Saturday, November 7, 2020

AGAMA DAN PLURALISME

 

AGAMA DAN PLURALISME

Oleh: Pdt. Nelson Sembiring, M. Th. 

PENDAHULUAN

            Semua agama yang ada di Indonesia harus mengakui suatu realita adanya suatu fenomena kemajemukan (puralitas) agama dan dampaknya terhadap kehidupan bersama di tengah-tengah masyarakat. Masing-masing dari agama memiliki konsep tentang apa yang ia yakini dan sering mengukur kepercayaan agama lain dengan agamanya sehingga seing terjadi gesekan antar umat beragama. Seperti dikatakan Hendropuspito bahwa perbedaan iman (dan doktrin) de fakto menimbulkan bentrokan tidak perlu kita persoalkan, tetapi kita menerimanya sebagai fakta dan mencoba untuk memahami, dan mengambil hikmahnya. Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah  yang menjadi penyebab utama dari benturan itu. Entah sadar atau tidak setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tetringgi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan (reference group), sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.

            Hal senada dikatakan oleh Stevri I. Lumintang bahwa masing-masing agama dan pemeluknya memiliki klaimnya mengenai kefinalitasan  atau keunikan Tuhan yang mereka imani dan layani. Hal ini tentu sangat berpotensi untuk melahirkan fanatisme terhadap agama sendiri, dan antipasti terhadap orang yang memeluk agama lain. Fakta ini sangat mudah digerakkkan untuk menghasilkan perang saudara atau perang agam, dan akan sangat mudah untuk dimanfaatkan guna maksud-maksud politis seperti yang hangat dibicarakan pada era post reformasi. Kenyataan ini adalah sangat member peluang kepada disintegrasi bangsa.

            Untuk menghindari dan mengantispasi pertikaian antarumat beragama maka para tokoh agama terus mengadakan pertemuan-pertemuan untuk melakukan dialog-dialog. Di kalangan Kristen sendiri, metode dialog merupakan kekuatan yang sangat diandalkan oleh sekelompok pemimpin, pemikir Kristen yang banyak bergabung dalam wadah organisasi antar gereja yang sering menyebut diri dengan bangga sebagai “arus utama” yakni sebagai tokoh-tokoh PGI dan atau DGD dalam interaksinya dengan sesama agama lain.

            Dalam dialog-dialog yang dilakukan para pemuka agama, sadar atau tidak mereka sering sekali nilai kebenaran yang sejatinya bersifat absolute menjadi relative hanya karena tuntutan menjaga nilai-nilai kerukunan satu dengan yang lain. Stevri I. Lumintang mengatakan bahwa metode dialog telah merubah arti dan hakikat masing-masing agama, termasuk hakikat agama Kristen. Karena metode dialog ini telah melangkah lebih jauh dari metode dialog sebelumnya. Di mana, sebelumnyadialog hanya dilihat sebagai wadah persekutuan antar umat beragama; namun dalam perkembangan selanjutnya, dialog menjadi usaha masing-masing antar agama untuk mempelajari sampai pada taraf menerima keabsahan, kebenaran semua agama.

            Padahal menurut seorang tokoh Kristen yang berlatar belakang Islam yaitu Bambang Noorsena bahwa dalam suatu dialog bukan cerita menang kalah (debat), bukan juga kita menjadi sama dengan orang lain, bukan untuk mencari-cari persamaan agar bisa duduk bersama. Sebab menurut beliau kebersamaan tidak harus sama. Berdialog bertujuan agar antar umat beragama tidak ada kecurigaan yang berlebihan, berdialog berarti menjawab hal-hal yang mungkin disalah pahami orang lain tentang agama yang kita anut.

            Jadi, pluralisme yang digadang-gadang oleh banyak tokoh merupakan suatu tantangan sekaligus bahaya yang sangat serius bagi kekristenan. Karena pluralism bukanlah sekedar suatu konsep sosiologis, anthropologis, melainkan konsep filsafat agama yang bertolak bukan dari Alkitab, melainkan bertolak dari fakta kemajemukan yang diikuti oleh tuntutan toleransi, dan diilhami oleh keadaan social-politik yang didukung oleh kemajemukan etnis, budaya dan agama; serta disponsori oleh semangat globalisasi dan filsafat relativisme yang menggiringgnya.

 

PEMBAHASAN

A.    AGAMA

Pengertian Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Pengertian Agama dalam beberapa bahasa “kata agama” dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasa Arab) dalam bahasa Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), la religion (bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa Jerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum), sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.

Oxford Student dictionary (dalam Azra, 2000) mendefenisikan bahwa agama adalah suatu kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan mengendalikan alam semesta. Beberapa ahli membuat pengertian agama sebagai berikut:

a.       Pengertian Agama menurut Nasution (1986) menyatakan bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah satu kekuatan yang lebih tinggi daripada manus ia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.

b.      Pengertian Agama menurut Michel Meyer (dalam Rousydiy, 1986) berpendapat bahwa agama ádalah sekumpulan kepercayaan dan pengajaran-pengajaran yang mengarahkan kita dalam tingkah laku kita terhadap Allah SWT, terhadap sesama manusia dan terhadap diri kita sendiri.

c.       Pengertian Agama menurut Antropolog Edward Burnett Tylor (1832-1917) mendefinisikan agama sebagai kepercayaan makhluk gaib dan menyatakan bahwa keyakinan ini berasal sebagai penjelasan kepada dunia. Kepercayaan pada makhluk gaib tumbuh dari upaya untuk menjelaskan kehidupan dan kematian. Orang-orang primitif yang menggunakan mimpi manusia di mana roh-roh tampaknya muncul sebagai indikasi bahwa pikiran manusia bisa ada independen dari tubuh.

d.      Menurut Émile Durkheim definisi Agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci dan menyatukan semua penganutnya dalamsuatu komunitas moral yang di namakan umat.

e.       Menurut Prof. Dr. M. Drikarya definisi Agama adalah kenyakinan adanya suatu kekuatan supranatural yang mengatur dan menciptakan alam dan isinya.

f.       Menurut H. Moenawar Chalil definisi Agama adalah perlibatan yang merupakan tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atas pengakuannya.Menurut Hendro Puspito definisi Agama adalah sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dan alam semesta yang berkaitan dengan keyakinan.

g.      Menurut Jappy Pellokild definisi Agama adalah percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukumnya.

Secara etimologi, ada dua pandangan; A = tidak, GAMA = kacau. Agama tidak kacau. Agama dijalankan manusia dengan harapan bahwa dengan agama itu manusia akan hidup dalam tenteraman lahir maupun batin. Pandangan kedua agama terdiri dari tiga suku kata A = tidak, GAM tidak pergi, A = abadi (sifatnya internality) Agama artinya abadi, kekal, tidak hilang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa agama adalah suatu pengakuan manusia bahwa ia meyakini bahwa diluar dirinya ada sesuatu yang berdaulat untuk mengatur segala aspek kehidupan sehingga semua dapat berjalan dengan teratur tanpa kekacauan.

 

B.     PLURALISME

Pandangan Pluralisme yang tergolong kontroversial dan baru. Pandangan ini mengakui adanya kebenaran yang sama dalam agama-agama, meskipun berbeda-beda. Dasarnya adalah pengkajian kembali berita Alkitab, khususnya mengenai Kristologi. Pluralisme menggeser Kristosentris ke Theosentris, dengan dasar kitab Yoh 14:28, 17:3, 1. Kor 15:28, sikap teosentri Yesus, kitab Mazmur, nabi-nabi, dan filsafat agama. Penganjur pluralisme, E.Hocking, menekankan perubahan fungsi pekabaran Injil dari peran kristenisasi menjadi peran kemitraan dalam mengembangkan agama lain; Arnold Toynbee menganjurkan untuk mengakui agama-agama lain sambil berpegang teguh pada keyakinan agama sendiri; Ernst Troeltsch berpendapat bahwa kebenaran suatu agama terikat pada suatu kebudayaan tertentu, dan Allah bekerja melalui seluruh agama; John Hick menganjurkan revolusi Copernican dengan memindahkan pusat agama dari Kristus ke Allah, sebagaimana Copernicus (matahari pusat) mengubah pandangan geosentri Ptolemous (bumi pusat); Wilfred Cantwell Smith menekankan penerimaan dan penghargaan pada agama-agama lain (moral dan teologis), karena Allah yang memperkenalkan diri dalam Kristus penuh kasih dan yang menyelamatkan, termasuk dalam agama lain, dan agama/komunitas bersama-sama menuju pada satu tujuan akhir, yaitu Allah sendiri; Wesley Ariarajah menggeser tekanan kristosentrisme ke teosentrisme, dan mengusahakan dialog dalam penghargaan dan keterbukaan kepada agama-agama lain, ayat-ayat eksklusif mestilah dipahami dengan seluruh kesaksian Perjanjian Baru dan dipahami dari sudut bahasa iman, bahasa cinta.

            Dalam konteks kemajemukan agama, maka pluralism, secara historis sudah ada sejak adanya fakta pluralitas agama dalam masyarakat. Dari perspektif  kekristenan, sejak generasi kedua dari manusia pertama, sudah ada kemajemukan agama yang diwakili oleh Kain dan Habel, dan sesudah itu, zaman para pendahulu Israel (para Patriakh), seperti Abraham dan Israel fakta kemajemukan agama sudah tidak asing lagi sebagai pengalaman sesehari seperti pengalaman orang Kristen di Indonesia  yang lahir dan langsung berhadapan dengan fakta kemajemukan agama. Dengan kata lain, sejak dunia ini memiliki dua atau lebih agama, maka sejak itulah masyarakat sudah mulai mengembangkan pluralism, apakah dalam bentuk teori atau praktik. Jadi pluralitas agama khususnya yang diikuti dengan pluralisme, tidaklah lahir pada zaman modern ini. Pada masa kini, memang sangat terasa pengaruhnya karena adanya kebangkita agama-agama. Kebangkitan agama-agama ini, disertai juga dengan kebangkitan fundamentalisme atau militanisme yang sangat berpotensi untuk menciptakan perang agama dan yang kemudian bisa menyebabkan perang dunia.

            Menurut Stevri I. Lumintang ada enam factor yang menyebabkan bangkitnya semangat pluralism dalam teologi Kristen yaitu:

1.      Adanya fenomena pluralitas agama dan kebudayaan yang masing-masing mengakui kemutlakan agama dan budayanya masing-masing.

2.      Merasuknya filsafat relativisme diantara para pemikir dari masing-masing agama.

3.      Pengaruh teolog dan teologi sekularisasi Barat.

4.      Semangat globalisasi.

5.      Sekolah Tinggi Teologi dan Literatur kaum Pluralis.

6.      Konsili Vatikan II dan Sidang Raya DGD di Uppsala.

Dengan semangat inilah para tokoh agama khususnya di Indonesia berusaha merajut persatua dan kesatuan yang terancam karena konflik antar gama khususnya Islam dengan Kristen. Sebab Indonesia adalah salah satu Negara Asia yang majemuk dalam keagamaan dan sangat rawan terciptanya konflik. Stevri I. Lumintang mengemukakan bahwa konflik agama terjadi di Indonesia, khususnya konflik antara agama Kristen dan Islam. Konflik antara Kristen dan Islam, sebenarnya berbicara mengenai suatu proses sejarah yang panjang.  Konflik Islam dan Kristen di Indonesia, tentu sudah dimulai dengan perjumpaan kedua agama ini berkaitan dengan tibanya Islam pada abad ke-13 oleh golongan Sufisme yang mistis, para pedagang India, dan tibanya Kristen pada abad ke-16, hanya konfliknya masih dalam batas-batas adaptasi. Konflik ini semakin tampak, karena hadirnya kekristenan di Indonesia adalah bersamaan dengan hadirnya kekuasaan Negara penjajah, baik Portugis maupun Belanda. Agama Kristen diidentikkan dengan para penjajah, yang tentu dilihat dengan “sinis” dan yang kemudian dijuluki sebagai “kaki tangan kaum penjajah”, dan “wong londo”. Reaksi kelompok Islam, khususnya kelompok Islam santri sebagai Jihad semakin kentara dengan bangkitnya pemberontakan DI atau TII di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan, sebagai reaksi atas gagalnya Piagam Jakarta sebagai wujud gagasan Negara Islam. Dengan gagal berdirinya Negara Islam pada perumusan dasar Negara Republik Indonesia, yakni Pancasila, bukan berarti berhenti sudah perjuangan Islam. Justru sejak saat itu, kelompok Islam fundamentalis ini selai semakin menampakkan tekanan kepada pemerintah untuk mewujudkan Negara Islam secara terang-terangan, maupun secara tersembunyi dengan mulai “mengislamkan” semua departemen pemerintahan dengan menempatkan orang-orang beragama Islam sebagai pemimpin, juga tekanan-tekanan mental dan fisik seperti pembatasan rumah-rumah ibadah, munculnya Surat Keputusan  menteri Agama nomor 7 tahun 1978 tentang pelaksanaan penyiaran Agama.

Lebih lanjut Lumintang mengatakan bahwa latara belakang konflik agama di Indonesia antara lain karena:

1.      Ketakutan kelompok Islam atas pengaruh kekristenan di Indonesia.

2.      Semangat solidaritas yang sangat tinggi di kalangan Islam.

3.      Klaim mayoritas umat Islam di Indonesia.

4.      Konsep perang suci dan fanatisme agama.

5.      Latar belakang politik yang menyakitkan dan klaim jasa kemerdekaan.

6.      Gerakan penginjilan kelompok Kristen tertentu.

Oleh karena itu, untuk mengatasi situasi yang tidak mudah ini pemerintah menetapkan Pancasila sebagai sumber dasar  undang-undang dengan mana kehidupan kenegaraan bangsa diatur dan diselenggarakan. Sebagai salaha satu agama yang ada di Indonesia maka umat Kristen berperan serta untuyk menjaga toleransi antar umat beragama. Salah satu toleransi antar umat beragama dalam perspektif Kristen adalah toleransi dan dialog yang teologis. Toleransi dapat terwujud melalui kesediaan berdialog, yaitu dialog kehidupan. Memang banyak kebenaran, dari antara orang Kristen sendiri, yang melihat dialog sangat rawan menciptakan sinkretisme. Namun jika dialog dipahami seperti Verkuyl memahami bahwa:

1.      Ada dialog dengan sasaran untuk membangun saling pengertian yang lebih baik.

2.      Beberapa sasaran dialog yang menghasilkan kerjasama berurusan dengan persoalan-persoalan yang paling mendesak, menghadapi masyarakat secara regional dan secara universal.

3.      Dialog dilihat sebagai alat pengkomunikasian misi.

dalam hal ini dialog masih dipandang positif sesuai dengan iman Kristen.

            Bertolak dari apa yang dikemukakan di atas bahwa dalam kemajemukan nilai-nilai dan semangat pluralis  memiliki peran positif dalam menjaga kemajemukan di Negara Indonesia, namun sesungguhnya ajaran kaum puralis adalah penuh dengan penipuan, dan sangat berbahaya karena pada hakikatnya mereka menolak azas-azas utama dan mendasar dari kekristenan antara lain: menolak Alkitab sebagai wahyu Allah, menolak keunikan dan finalitas Yesus, menolak gereja sebagai agen atau alat misi Allah dalam dunia, menolak misi proklamasi Injil dan misi penebusan, menolak semua eksistensi agama-agama yang ada di dunia.

 

KESIMPULAN

 

Dari uraian singkat di atas maka dapat diambil beberapa klesimpulan berkaitan dengan Agama dan Pluralisme  sebagai berikut:

1.      Semua agama yang ada di Indonesia harus mengakui suatu realita adanya suatu fenomena kemajemukan (puralitas) agama dan dampaknya terhadap kehidupan bersama di tengah-tengah masyarakat.

2.      Masing-masing agama dan pemeluknya memiliki klaimnya mengenai kefinalitasan  atau keunikan Tuhan yang mereka imani dan layani. Hal ini tentu sangat berpotensi untuk melahirkan fanatisme terhadap agama sendiri, dan antipasti terhadap orang yang memeluk agama lain.

3.      Agama adalah suatu pengakuan manusia bahwa ia meyakini bahwa diluar dirinya ada sesuatu yang berdaulat untuk mengatur segala aspek kehidupan sehingga semua dapat berjalan dengan teratur tanpa kekacauan.

4.      Pandangan ini mengakui adanya kebenaran yang sama dalam agama-agama, meskipun berbeda-beda.

5.      Sesungguhnya ajaran kaum puralis adalah penuh dengan penipuan, dan sangat berbahaya karena pada hakikatnya mereka menolak azas-azads utama dan mendasar dari kekristenan antara lain: menolak Alkitab sebagai wahyu Allah, menolak keunikan dan finalitas Yesus, menolak gereja sebagai agen atau alat misi Allah dalam dunia, menolak misi proklamasi Injil dan misi penebusan, menolak semua eksistensi agama-agama yang ada di dunia.

No comments:

Post a Comment