KUALIFIKASI
SEORANG GEMBALA
Oleh: Pdt.
Nelson Sembiring, M. Th.
PENDAHULUAN
Dalam
segala aspek kehidupan, kepemimpinan merupakan faktor yang sangat berpengaruh
dalam keberhasilan suatu organisasi, baik dalam dunia usaha maupun dalam dunia
pendidikan, pemerintahan, politik, kesehatan, dan agama. Kepemimpinan merupakan
gagasan Allah dari kekekalan, demikian juga halnya ketika Ia menciptakan
manusia (Kejadian 1:26).
Ketika
kita mengamati suatu organisasi baik yang sekuler maupun keagamaan sering
sekali mengalami permasalahan dalam hal kepemimpinan, sehingga perjalanan dari
organisasi yang seharusnya berkelanjutan menjadi terganggu. Salah satu hal yang
mungkin menyebabkan ini terjadi adalah kurangnya perencanaan dalam mengawali
suatu organisasi seperti yang dijelaskan oleh Heryanto bahwa: Kegiatan
mengelola suatu institusi/lembaga termasuk gereja, bertujuan agar institusi itu
selalu eksis secara berkelanjutan, diawali dengan melakukan perencanaan. Suatu
perencanaan yang baik, apabila dilaksanakan dengan kaidah-kaidah dan
norma-norma yang semestinya, akan menghasilkan produk yang baik pula. Jadi,
rencana yang baik merupakan kunci penting dalam pengelolaan gereja. Oleh sebab
itu, gereja perlu menyusun dan membuat rencana kegiatan yang baik, karena
semuanya akan menjadi sumber dan landasan utama mengorganisasi berbagai macam
kegiatan dalam rangka merealisasikan pelaksanaan tugas-tugas gereja
Oleh
karena kurangnya perencanaan itu maka banyak gereja yang seharusnya sudah
berkembang dari sudut jumlah ternyata jumlah jemaatnya tidak mengalami
pertambahan yang signifikan, bahkan gereja mengalami penurunan jumlah jemaat
dari hari kehari. Seperti yang dikatakan oleh Johny The: Gereja-gereja di Eropa
dan Australia, yang sering disebut sebagai Negara Kristen, beberapa tahun
terakhir mengalami kemerosotanyang luar biasa.Banyak gedung-gedung gereja besar
yang mampu memuat ribuan orang, hanya dihadiri oleh tiga puluh orang yang sudah
tua-tua. Sementara itu orang-orang mudanya pada hari minggu lebih senang berada
ditempat lain. Dan karena jimlah jemaat yang terus merosot,banyak gedun-gedung
gereja di Eropa dan Australia yang dijual dan dijadikan museum. Inilah yang
disebut era paska Kristen. Kekristenan sudah dianggap kuno, ketinggalan zaman,
tidak up to date,dan tidak mampu menjawab kebutuhan dan tuntunan generasi muda
Fakta
yang menyedihkan ini tentu saja bisa terjadi di mana saja termasuk di Indonesia
jika pemimpin gereja tidak mau belajar hal-hal yang baru dan tidak mau berubah
karena pelayanannya dipandang tidak relevan lagi terutama bagi orang-orang
muda. Seorang pemimpin Kristen yang ingin menjangkau banyak jiwa bagi Tuhan
seharusnya tidak kekurangan cara dalam menjangkau jiwa-jiwa tersebut selama
cara-cara itu tidak bertentangan dengan norma-norma dalam suatu masyarakat
terlebih norma-norma Firman Tuhan. Bahkan seorang hamba Tuhan tidak perlu
alergi dengan strategi pemasaran dalam memberitakan Injil seperti yang
dikatakan Robert W. Pazmino bahwa:
Seperti halnya orang-orang Israel
memakai peralatan dan perhiasan dari emas dan perak yang dipersembahkan
orang-orang Mesir untuk menghiasi Kemah Suci di padang gurun, pendidik Kristen
harus memakai hikmat yang diperoleh dari psikologi untuk memperkaya dan
memperlengkapi pembicaraan dan praktik kehidupan mereka dengan tujuan agar
Allah dipermuliakan
Oleh
karena itu, gembala sebagai pemimpin sebuah gereja haruslah seorang yang
benar-benar siap baik secara jasmani terlebih secara rohani sehingga jemaat
yang digembalakan mengalami pertumbuhan, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Membangun kepemimpinan dengan terus belajar dari berbagai aspek adalah pilihan
yang baik tetapi seorang pemimpin yang baik tidak cukup hanya belajar dari
aspek intelektual namun harus tetap kembali ke dasar yaitu belajar dari
pemimpin sepanjang masa yaitu Yesus Kristus yang berkata :”Akulah Gembala yang
baik (Yoh. 10:10).
PEMBAHASAN
A. SIAPAKAH
GEMBALA DALAM JEMAAT?
Kata “gembala” dalam bahasa Latin
ialah “pastor”, dan dalam bahasa Yunani “poimen”. Oleh sebab itu penggembalaan
dapat juga disebut ”poimenika”, atau “pastoralia”. Pelayanan pastoral adalah
sebutan untuk penggembalaan
Jika sebuah angket dijalankan
kepada masyarakat (Kristen) dan memuat pertanyaan: Siapakah gembala dalam
jemaat? maka dapat dipastikan mayoritas akan menjawab: Pendeta. Apakah jawaban
itu benar atau salah? Tentu semua orang akan setuju jika seorang pendeta
diidentikkan dengan seorang gembala, tetapi jika seorang gembala hanya dibatasi
pada seorang yang bergelar pendeta saja maka ini yang menjadi salah.
Menurut Bons Strom bahwa yang dikatakan gembala
adalah:
1.
Yesus
sebagai gembala
Gembala yang sebenarnya adalah Yesus Kristus.
Berulang-ulang Yesus mengatakan, umpamanya dalam Yohanes 10:1-21, bahwa “Dialah
Gembala yang Baik”. berkaitan dengan hal ini Waren W. Wiersbe, dkk.,
mengatakan: Pada waktu gembala-gembala pada zaman Perjanjian Lama memimpin
kawanan ternaknya ke air yang tenang dan kepadang rumput yang hijau, mengawasi
dan menjaga agar jangan sampai diterkam binatang buas, pasti mereka telah
berpikir tentang hari kedatangan Gembala Agung yang dijanjikan itu. Sehingga
Matius yang dipimpin Roh Kudus menulis tentang Gembala gembala yang baik ini,
“Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil
di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit
seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel."(Mat. 2:6)
2.
Semua anggota jemaat sebagai
gembala.
Sampai sekarang tiap-tiap pengikut Kristus merupakan
gembala bagi saudaranya. Hal ini berarti, bahwa tiap-tiap orang yang mau
disebut “pengikut Kristus” (=orang Kristen), dengan sendirinya menjadi
“gembala” sekaligus bagi saudara-saudaranya dalam Yesus Kristus dan akan
membimbing, menyokong dan menolongnya, sebagaimana Yesus sebagai gembala yang
baik telah membimbingnya.
3.
Anggota
majelis sebagai “gembala khusus”
Dari anggota-anggota jemaat dipilih beberapa orang
yang mempunyai karunia-karunia khusus, untuk menjadi “gembala-gembala khusus”,
yang dapat turut memperlengkapi anggota-anggota jemaat. mereka tak pernah
bekerja menggantikan anggota jemaat biasa, tetapi mereka selalu melengkapi
anggota jemaat, supaya orang-orang ini dapat sepenuhnya menjadi orang Kristen.
4.
Pendeta
sebagai “gembala khusus penuh waktu (full-time)”
Ditengah-tengah majelis jemaat – dan tidak di
atasnya! – sering terdapat seorang “gembala khusus penuh waktu(full-time)”,
yang pada umumnya disebut pendeta, atau “domine”. Sewaktu masih muda, dia sudah
belajar ilmu teologi, atau berdasarkan karunia khusus diangkat menjadi pendeta.
Hasil dari belajar atau karunia khusus itu dipakainya dalam penggembalaan
jemaat. pendeta tidak lebih tinggi atau lebih penting dari pada anggota majelis
yang lain, ia hanya merupakan seorang “ahli” yang memakai keahliannya demi kepentingan
pembanguan jemaat. bersama-sama dengan anggota lain dari majelis itu, ia
berusaha untuk memperlengkapi dan membangun jemaatnya. Tetapi ia juga merupakan
seorang “domba”yang perlu dibimbing, dinasehati dan juga ditegur.
Jadi, gembala bukanlah hanya
dialamatkan kepada seorang pendeta saja tetapi lebih luas dari itu. Bahwa Yesus
sebagai gembala yang baik dan semua anggota jemaat merupakan gembala bagi
sesamanya. Bahwa diantara anggota jemaat ada majelis sebagai gembala-gembala
khusus dan di tengah-tengah majelis ada pendeta sebagai gembala khusus penuh
waktu. Dan semuanya adalah kawanan domba Yesus Kristus.
B. KUALIFIKASI
SEORANG GEMBALA
Berbicara mengenai kualifikasi
atau syarat-yarat seorang gembala yang baik tentu merupakan suatu pembahasan
yang sangat luas untuk dibicarakan. Berkaitan dengan hal ini menurut
konteks 1 Timotius 3:1-13 menjelaskan sebagai berikut:
1.
Kualifikasi
dalam hal karakter (kepribadian)
a.
Tak bercacat (ayat 2)/Tanpa cela (BIS): ini bukan
berarti cacat fisik, tp cacat rohani. Namun demikian ini bukan berarti orang
itu tidak berdosa, akan tetapi oleh jemaat kelakuan dan tindakannya dinilai
jemaat tidak bercela.
b.
Dapat menahan diri (ayat 2)/tahu menahan diri: (bhs Yun) artinya
suatu tindakan yang tidak melampaui batas/tidak berlebihan dalam segala hal yg
dilakukan. Contoh: suka main pecat tanpa ada pembinaan terlebih dahulu.
c.
Bijaksana (ayat 2): tahu cara mengendalikan tindakan
dan perasaan/tahu cara mengatakan tidak pada
keinginannya sendiri. “menurut saya, salah satu pelajaran kepemimpinan tersulit
dalam hidup ini adalah belajar berkata: tidak untuk hal-hal yang tidak penting.Pemimpin yang selalu mengatakan “ya”
terhadap sesuatu yang tidak penting tidak akan pernah berbuat sesuatu yang
besar.” Katakan “tidak” pada teman yang mengajak gossip, katakan
“tidak” pada orang yg merencanakan penipuan dll. Pemimpin tidak mungkin bisa
menyenangkan semua orang. Pemimpin tidak dapat menjadi segala sesuatu bagi
semua orang.
d.
Sopan (ayat 2)/ tertib (BIS) : menggambarkan cara berpakain
wanita (1 Tim 2:9)”keteraturan serta keadaan yang bebas dari kekacuan pikiran.
Contoh: dalam ibadah mematikan HP.
e.
Suka memberi tumpangan (ayat 2): “teman bagi orang yang dia
tidak kenal/ bersedia menerima sbg tamu orang yang sedang dalam perjalanan
jauh”.
f.
Cakap mengajar orang (ayat 2): “mampu mengajarkan ajaran yang
benar serta membuktikan keasalahan ajaran-ajaran sesat” (2 Tim.2:24).
g.
Bukan Peminum (ayat 3, 8): “kecanduan alkohol”, salah satu
kebiasaan buruk masyarakat pada waktu itu. “anda tidak bisa bersahabat dengan orang-orang negatif dan berharap bisa menjalani kehidupan positif, anda tidak bisa bergaul
dgn orang-orang pemalas dan berharap bisa menjadi orang rajin”.
h.
Bukan pemarah melainkan peramah (ayat 3): “suka memukul” –
menggambarkan orang yang cepat marah dan tidak ragu-ragu menggunakan kekerasan
terhadap orang yang mengganggunya. Orang yang cepat melayangkan pukulan
terhadap orang lain. Contoh: menghargai perbedaan sbg kewajaran bukan suatu ancaman.Bagaimana
mengelolah perbedaan, menemukan keunikan yg saling melengkapi dan
menggunakannya untuk mencapai tujuan bersama.
i.
Pendamai (Ayat 3): “tidak suka memusuhi orang lain/
tidak cepat membantah orang lain”.
j.
Bukan hamba uang (ayat 3,8)/ bukan mata duitan (BIS):
“serakah akan uang/cinta akan uang”.
k.
Jangan seorang yang baru bertobat (ayat 6): “baru
ditanam” – harus dewasa dalam iman.
l.
Jangan bercabang lidah: “suka menyebarkan cerita-cerita yang belum
jelas kebenarannya”(ayat 8)
2.
Kualifikasi
dalam hal keluarga
a.
Seorang
kepala keluarga yang baik (ayat
4,5), dapat mengatur rumah
tangga yang baik (Bhs Yun): “ ia harus mampu mengurus keluarganya dengan baik
sehingga anak-anaknya taat dan hormat kepadanya”. “Kepemimpinan dimulai di rumah. Kesuksesan kita di keluarga
mendukung kesuksesan kepemimpinan kita. Anda bisa aja berhasil diluar rumah,
tetapi jika tidak didukung dengan keberhasilan kepemimpinan di rumah, lambat
atau cepat hal itu akan menjadi potensi gangguan yg besar bg kepemimpinan
anda di luar”.
b.
Suami
dari satu isteri (ayat
2,12): dalam hal ini Rasul Paulus hanya menekankan kesetiaan seorang pelayan
kepada istrinya. Sebab pada masa PB, ketidaksetiaan dalam pernikahan terutama
sebelum seorang menjadi Kristen merupakan hal umum terjadi. Contoh: pertengkaran yang sehat: buat jadwal
dan tema pertengkaran
c.
Istrinya
adalah orang terhormat, tidak
pemfitnah, dpt menahan diri dan dapat dipercaya dalam segala hal (ayat 11). Contoh:
….cara memanggil suami dengan istilah yang hormat.
3.
Kualifikasi yang berhubungan dengan jemaat
Dapat memelihara rahasia
iman/ Mereka harus berpegang teguh dengan hati nurani yang murni pada
ajaran kepercayaan Kristen yang sudah dinyatakan oleh Allah. Rahasia yang telah
terbuka itu menunjuk kpd iman. Iman menunjuk kepada ajaran yg telah diterima
sebagai sesuatu yg pasti dan benar. (ayat 9)
4. Kualifikasi
yang berhubungan dengan masyarakat umum:
Mempunyai nama baik dalam masyarakat (ayat 7a)
Berkaitan dengan kualifikasi gembala
dalam hal sifat seorang gembala (khusus) Bons Strom mengatakah bahwa seorang
gembala harus memiliki sifat:
1.
Seorang
gembala adalah seorang yang mengenal Yesus Kristus, sehingga ia dapat meniru
kelakuan Yesus dan mewakiliNya.
2.
Seorang
gembala harus mempunyai sikap suka bergaul yang berarti:
a.
Seorang
gembala jangan terus menghukum
b.
Seorang
gembala harus tahu mengampuni orang lain
c.
Seorang
gembala tidak boleh memperhatikan bisikan-bisikan
d.
Seorang
gembala harus tahu mendengarkan
3.
Seorang
gembala harus rajin keluar. Seorang gembala tidak bisa selalu tinggal dirumah.
Dia harus keluar, baik di waktu panas maupun di waktu hujan.
4.
Seorang
gembala tidak usah seorang psikolog. Artinya, walaupun pengetahuan tentang
kepribadian manusia dapat menolong seorang gembala, tapi tidak mutlak baginya
untuk belajar psikologi (ilmu jiwa).
Berkaitan dengan keluarga seorang
gembala Bons Strom mengatakan bahwa: panggilan pertama bagi seorang isteri
gembala ialah, berusaha supaya rumahnya tenang dan teratur dengan baik. Supaya
suami, anak-anak dan anggota keluarganya yang lain hidup dalam suasana kasih.
Kalau begitu, maka tamu-tamu yang masuk ke rumah orang Kristen itu juga akan
ditarik kepada dasar kasih itu, yaitu
kepada Kristus sendiri. Itulah panggilan tiap-tiap ibu rumah tangga dalam jemaat,
dan juga panggilan ibu gembala. Ia harus berusaha supaya ia tetap dapat
menyenangkan hati suami dan memelihara perkawinannya dalam segala aspeknya. Ini
hanya dapat terjadi kalau sang pendeta juga, apakah ia pria ataupun wanita,
menginsafi bahwa ia selain gembala jemaat, ia juga adalah ayah, atau ibu, suami
atau isteri.
Berkaitan dengan karakter
(kepribadian) seorang gembala Seth Msweli dan Donal Crider mengatakan bahwa
seorang gembala siding yang baik adalah jika:
1.
Ia
menghargai dirinya
2.
Ia
rendah hati
3.
Ia
peramah
4.
Ia
penuh sukacita
5.
Ia
suka menerima tamu
6.
Ia
tidak tamak akan uang
7.
Ia
mengasihi setiap orang
8.
Ia
berhati-hati terhadap wanita
Berkaitan dengan keluarga Seth
Msweli dan Donal Crider mengatakan bahwa: pertama,
seorang gembala sidang yang baik harus bekerja sama dengan isterinya dengan
jalan: menjadi teladan yang baik, mengasihi isteri, membicarakan segala sesuatu
dengan dia, isteri menolong suami. Kedua,
memlihara keluarga dengan baik dengan jalan: mengurus rumah tangganya yaitu keperluan anak-anak dan mengajar
anak-anak.
Ralph M. Riggs menambahkan bahwa
syarat yang terpenting untuk menjadi gembala siding yang berhasil ialah sifat
yang tidak tercela. Sifat itu memancar keluar seperti halnya radiator panas.
Seseorang dapat memberitakan Injil dari kehidupannya. Sifat seorang bisa
mempengaruhi orang-orang disekitarnya dan dengan cara ini juga dapat
menghasilkan perubahan yang nyata dan hidup.
Seorang gembala siding selalu meninggalkan bekas kerohaniannya yang khas
sendiri pada jemaatnya, khususnya pada orang-orang yang bertobat dibawah
pelayanannya.
Berkaitan dengan isteri seorang
gembala sidang Ralph M. Riggs mengatakan bahwa: isteri gembala itu merupakan
isteri Kristen yang harus berlaku sebagai isteri dan ibu Kristen. Firman Allah
menyatakan dalam Efesus 5:22-24: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti
kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah
kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat
tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala
sesuatu”. Alangkah besar dosa dan kegagalan seorang isteri gembala yang
memengaruhi suaminyake arah yang duniawi.
Jadi, kualifikasi seorang gembala adalah sesuatu yang kompleks sebab tidak hanya berbicara tentang dirinya tetapi juga keluarganya. Gembala yang baik meliputi aspek kepribadian (karakter), keluarga, hubungan dengan jemaat dan hubungan dengan masyarakat luas
KESIMPULAN
Dari uraian singkat di atas dapat
diambil beberapa kesimpulan berkaitan dengan kulifikasi seorang gembala sebagai
berikut:
1.
Gembala sebagai pemimpin sebuah
gereja haruslah seorang yang benar-benar siap baik secara jasmani terlebih
secara rohani sehingga jemaat yang digembalakan mengalami pertumbuhan, baik
secara kualitas maupun kuantitas.
2.
Gembala
bukanlah hanya dialamatkan kepada seorang pendeta saja tetapi lebih luas dari
itu. Bahwa Yesus sebagai gembala yang baik dan semua anggota jemaat merupakan
gembala bagi sesamanya. Bahwa diantara anggota jemaat ada majelis sebagai
gembala-gembala khusus dan di tenmgah-tengah majelis ada pendeta sebagai
gembala khusus penuh waktu. Dan semuanya adalah kawanan domba Yesus Kristus.
3.
Kualifikasi
seorang gembala adalah sesuatu yang kompleks sebab tidak hanya berbicara
tentang dirinya tetapi juga keluarganya. Gembala yang baik meliputi aspek
kepribadian (karakter), keluarga, hubungan dengan jemaat dan hubungan dengan
masyarakat luas.
No comments:
Post a Comment