Saturday, November 7, 2020

KUALIFIKASI SEORANG GEMBALA

 

KUALIFIKASI SEORANG GEMBALA

Oleh: Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

 

PENDAHULUAN

Dalam segala aspek kehidupan, kepemimpinan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan suatu organisasi, baik dalam dunia usaha maupun dalam dunia pendidikan, pemerintahan, politik, kesehatan, dan agama. Kepemimpinan merupakan gagasan Allah dari kekekalan, demikian juga halnya ketika Ia menciptakan manusia (Kejadian 1:26).

Ketika kita mengamati suatu organisasi baik yang sekuler maupun keagamaan sering sekali mengalami permasalahan dalam hal kepemimpinan, sehingga perjalanan dari organisasi yang seharusnya berkelanjutan menjadi terganggu. Salah satu hal yang mungkin menyebabkan ini terjadi adalah kurangnya perencanaan dalam mengawali suatu organisasi seperti yang dijelaskan oleh Heryanto bahwa: Kegiatan mengelola suatu institusi/lembaga termasuk gereja, bertujuan agar institusi itu selalu eksis secara berkelanjutan, diawali dengan melakukan perencanaan. Suatu perencanaan yang baik, apabila dilaksanakan dengan kaidah-kaidah dan norma-norma yang semestinya, akan menghasilkan produk yang baik pula. Jadi, rencana yang baik merupakan kunci penting dalam pengelolaan gereja. Oleh sebab itu, gereja perlu menyusun dan membuat rencana kegiatan yang baik, karena semuanya akan menjadi sumber dan landasan utama mengorganisasi berbagai macam kegiatan dalam rangka merealisasikan pelaksanaan tugas-tugas gereja

 

Oleh karena kurangnya perencanaan itu maka banyak gereja yang seharusnya sudah berkembang dari sudut jumlah ternyata jumlah jemaatnya tidak mengalami pertambahan yang signifikan, bahkan gereja mengalami penurunan jumlah jemaat dari hari kehari. Seperti yang dikatakan oleh Johny The: Gereja-gereja di Eropa dan Australia, yang sering disebut sebagai Negara Kristen, beberapa tahun terakhir mengalami kemerosotanyang luar biasa.Banyak gedung-gedung gereja besar yang mampu memuat ribuan orang, hanya dihadiri oleh tiga puluh orang yang sudah tua-tua. Sementara itu orang-orang mudanya pada hari minggu lebih senang berada ditempat lain. Dan karena jimlah jemaat yang terus merosot,banyak gedun-gedung gereja di Eropa dan Australia yang dijual dan dijadikan museum. Inilah yang disebut era paska Kristen. Kekristenan sudah dianggap kuno, ketinggalan zaman, tidak up to date,dan tidak mampu menjawab kebutuhan dan tuntunan generasi muda

 

Fakta yang menyedihkan ini tentu saja bisa terjadi di mana saja termasuk di Indonesia jika pemimpin gereja tidak mau belajar hal-hal yang baru dan tidak mau berubah karena pelayanannya dipandang tidak relevan lagi terutama bagi orang-orang muda. Seorang pemimpin Kristen yang ingin menjangkau banyak jiwa bagi Tuhan seharusnya tidak kekurangan cara dalam menjangkau jiwa-jiwa tersebut selama cara-cara itu tidak bertentangan dengan norma-norma dalam suatu masyarakat terlebih norma-norma Firman Tuhan. Bahkan seorang hamba Tuhan tidak perlu alergi dengan strategi pemasaran dalam memberitakan Injil seperti yang dikatakan Robert W. Pazmino bahwa:

Seperti halnya orang-orang Israel memakai peralatan dan perhiasan dari emas dan perak yang dipersembahkan orang-orang Mesir untuk menghiasi Kemah Suci di padang gurun, pendidik Kristen harus memakai hikmat yang diperoleh dari psikologi untuk memperkaya dan memperlengkapi pembicaraan dan praktik kehidupan mereka dengan tujuan agar Allah dipermuliakan

            Oleh karena itu, gembala sebagai pemimpin sebuah gereja haruslah seorang yang benar-benar siap baik secara jasmani terlebih secara rohani sehingga jemaat yang digembalakan mengalami pertumbuhan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Membangun kepemimpinan dengan terus belajar dari berbagai aspek adalah pilihan yang baik tetapi seorang pemimpin yang baik tidak cukup hanya belajar dari aspek intelektual namun harus tetap kembali ke dasar yaitu belajar dari pemimpin sepanjang masa yaitu Yesus Kristus yang berkata :”Akulah Gembala yang baik (Yoh. 10:10).  

 

PEMBAHASAN

 

A.    SIAPAKAH GEMBALA DALAM JEMAAT?

Kata “gembala” dalam bahasa Latin ialah “pastor”, dan dalam bahasa Yunani “poimen”. Oleh sebab itu penggembalaan dapat juga disebut ”poimenika”, atau “pastoralia”. Pelayanan pastoral adalah sebutan untuk penggembalaan

Jika sebuah angket dijalankan kepada masyarakat (Kristen) dan memuat pertanyaan: Siapakah gembala dalam jemaat? maka dapat dipastikan mayoritas akan menjawab: Pendeta. Apakah jawaban itu benar atau salah? Tentu semua orang akan setuju jika seorang pendeta diidentikkan dengan seorang gembala, tetapi jika seorang gembala hanya dibatasi pada seorang yang bergelar pendeta saja maka ini yang menjadi salah.

Menurut  Bons Strom bahwa yang dikatakan gembala adalah:

1.      Yesus sebagai gembala

Gembala yang sebenarnya adalah Yesus Kristus. Berulang-ulang Yesus mengatakan, umpamanya dalam Yohanes 10:1-21, bahwa “Dialah Gembala yang Baik”. berkaitan dengan hal ini Waren W. Wiersbe, dkk., mengatakan: Pada waktu gembala-gembala pada zaman Perjanjian Lama memimpin kawanan ternaknya ke air yang tenang dan kepadang rumput yang hijau, mengawasi dan menjaga agar jangan sampai diterkam binatang buas, pasti mereka telah berpikir tentang hari kedatangan Gembala Agung yang dijanjikan itu. Sehingga Matius yang dipimpin Roh Kudus menulis tentang Gembala gembala yang baik ini, “Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel."(Mat. 2:6)

2.       Semua anggota jemaat sebagai gembala.

Sampai sekarang tiap-tiap pengikut Kristus merupakan gembala bagi saudaranya. Hal ini berarti, bahwa tiap-tiap orang yang mau disebut “pengikut Kristus” (=orang Kristen), dengan sendirinya menjadi “gembala” sekaligus bagi saudara-saudaranya dalam Yesus Kristus dan akan membimbing, menyokong dan menolongnya, sebagaimana Yesus sebagai gembala yang baik telah membimbingnya.

3.      Anggota majelis sebagai “gembala khusus”

Dari anggota-anggota jemaat dipilih beberapa orang yang mempunyai karunia-karunia khusus, untuk menjadi “gembala-gembala khusus”, yang dapat turut memperlengkapi anggota-anggota jemaat. mereka tak pernah bekerja menggantikan anggota jemaat biasa, tetapi mereka selalu melengkapi anggota jemaat, supaya orang-orang ini dapat sepenuhnya menjadi orang Kristen.

4.      Pendeta sebagai “gembala khusus penuh waktu (full-time)”

Ditengah-tengah majelis jemaat – dan tidak di atasnya! – sering terdapat seorang “gembala khusus penuh waktu(full-time)”, yang pada umumnya disebut pendeta, atau “domine”. Sewaktu masih muda, dia sudah belajar ilmu teologi, atau berdasarkan karunia khusus diangkat menjadi pendeta. Hasil dari belajar atau karunia khusus itu dipakainya dalam penggembalaan jemaat. pendeta tidak lebih tinggi atau lebih penting dari pada anggota majelis yang lain, ia hanya merupakan seorang “ahli” yang memakai keahliannya demi kepentingan pembanguan jemaat. bersama-sama dengan anggota lain dari majelis itu, ia berusaha untuk memperlengkapi dan membangun jemaatnya. Tetapi ia juga merupakan seorang “domba”yang perlu dibimbing, dinasehati dan juga ditegur.

Jadi, gembala bukanlah hanya dialamatkan kepada seorang pendeta saja tetapi lebih luas dari itu. Bahwa Yesus sebagai gembala yang baik dan semua anggota jemaat merupakan gembala bagi sesamanya. Bahwa diantara anggota jemaat ada majelis sebagai gembala-gembala khusus dan di tengah-tengah majelis ada pendeta sebagai gembala khusus penuh waktu. Dan semuanya adalah kawanan domba Yesus Kristus.

 

B.     KUALIFIKASI SEORANG GEMBALA

Berbicara mengenai kualifikasi atau syarat-yarat seorang gembala yang baik tentu merupakan suatu pembahasan yang sangat luas untuk dibicarakan. Berkaitan dengan hal ini menurut konteks   1 Timotius 3:1-13 menjelaskan sebagai berikut:

1.      Kualifikasi dalam hal karakter (kepribadian)

a.       Tak bercacat (ayat 2)/Tanpa cela (BIS): ini bukan berarti cacat fisik, tp cacat rohani. Namun demikian ini bukan berarti orang itu tidak berdosa, akan tetapi oleh jemaat kelakuan dan tindakannya dinilai jemaat tidak bercela.

b.      Dapat menahan diri (ayat 2)/tahu menahan diri: (bhs Yun) artinya suatu tindakan yang tidak melampaui batas/tidak berlebihan dalam segala hal yg dilakukan. Contoh: suka main pecat tanpa ada pembinaan terlebih dahulu.

c.       Bijaksana (ayat 2): tahu cara mengendalikan tindakan dan perasaan/tahu cara mengatakan tidak pada keinginannya sendiri. “menurut saya, salah satu pelajaran kepemimpinan tersulit dalam hidup ini adalah belajar berkata: tidak untuk hal-hal yang tidak penting.Pemimpin yang selalu mengatakan “ya” terhadap sesuatu yang tidak penting tidak akan pernah berbuat sesuatu yang besar.” Katakan “tidak” pada teman yang mengajak gossip, katakan “tidak” pada orang yg merencanakan penipuan dll. Pemimpin tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang. Pemimpin tidak dapat menjadi segala sesuatu bagi semua orang.

d.      Sopan (ayat 2)/ tertib (BIS) : menggambarkan cara berpakain wanita (1 Tim 2:9)”keteraturan serta keadaan yang bebas dari kekacuan pikiran. Contoh: dalam ibadah mematikan HP.

e.       Suka memberi  tumpangan (ayat 2): “teman bagi orang yang dia tidak kenal/ bersedia menerima sbg tamu orang yang sedang dalam perjalanan jauh”.

f.       Cakap mengajar orang (ayat 2): “mampu mengajarkan ajaran yang benar serta membuktikan keasalahan ajaran-ajaran sesat” (2 Tim.2:24).

g.      Bukan Peminum (ayat 3, 8): “kecanduan alkohol”, salah satu kebiasaan buruk masyarakat pada waktu itu. “anda tidak bisa bersahabat dengan orang-orang negatif dan berharap bisa menjalani kehidupan positif, anda tidak bisa bergaul dgn orang-orang pemalas dan berharap bisa menjadi orang rajin”.

h.      Bukan pemarah melainkan peramah (ayat 3): “suka memukul” – menggambarkan orang yang cepat marah dan tidak ragu-ragu menggunakan kekerasan terhadap orang yang mengganggunya. Orang yang cepat melayangkan pukulan terhadap orang lain. Contoh: menghargai perbedaan sbg kewajaran bukan suatu ancaman.Bagaimana mengelolah perbedaan, menemukan keunikan yg saling melengkapi  dan menggunakannya untuk mencapai tujuan bersama.

i.        Pendamai (Ayat 3): “tidak suka memusuhi orang lain/ tidak cepat membantah orang lain”.

j.        Bukan hamba uang (ayat 3,8)/ bukan mata duitan (BIS): “serakah akan uang/cinta akan uang”.

k.      Jangan seorang yang baru bertobat (ayat 6): “baru ditanam” – harus dewasa dalam iman.

l.        Jangan bercabang lidah: “suka menyebarkan cerita-cerita yang belum jelas kebenarannya”(ayat 8)

2.      Kualifikasi dalam hal keluarga

a.      Seorang kepala keluarga yang baik (ayat 4,5), dapat mengatur rumah tangga yang baik (Bhs Yun): “ ia harus mampu mengurus keluarganya dengan baik sehingga anak-anaknya taat dan hormat kepadanya”. “Kepemimpinan dimulai di rumah. Kesuksesan kita  di keluarga mendukung kesuksesan kepemimpinan kita. Anda bisa aja berhasil diluar rumah, tetapi jika tidak didukung dengan keberhasilan kepemimpinan di rumah, lambat atau cepat hal itu akan menjadi potensi gangguan yg besar  bg kepemimpinan anda di luar”.

b.      Suami dari satu isteri (ayat 2,12): dalam hal ini Rasul Paulus hanya menekankan kesetiaan seorang pelayan kepada istrinya. Sebab pada masa PB, ketidaksetiaan dalam pernikahan terutama sebelum seorang menjadi Kristen merupakan hal umum terjadi. Contoh: pertengkaran yang sehat: buat jadwal dan tema pertengkaran

c.       Istrinya adalah orang terhormat, tidak pemfitnah, dpt menahan diri dan dapat dipercaya dalam segala hal (ayat 11). Contoh: ….cara memanggil suami dengan istilah yang hormat.

3.      Kualifikasi yang berhubungan dengan jemaat

Dapat memelihara rahasia iman/ Mereka harus berpegang teguh dengan hati nurani yang murni pada ajaran kepercayaan Kristen yang sudah dinyatakan oleh Allah. Rahasia yang telah terbuka itu menunjuk kpd iman. Iman menunjuk kepada ajaran yg telah diterima sebagai sesuatu yg pasti dan benar. (ayat 9)

4.      Kualifikasi yang berhubungan dengan masyarakat umum:

Mempunyai nama baik dalam masyarakat (ayat 7a)

 

            Berkaitan dengan kualifikasi gembala dalam hal sifat seorang gembala (khusus) Bons Strom mengatakah bahwa seorang gembala harus memiliki sifat:

1.      Seorang gembala adalah seorang yang mengenal Yesus Kristus, sehingga ia dapat meniru kelakuan Yesus dan mewakiliNya.

2.      Seorang gembala harus mempunyai sikap suka bergaul yang berarti:

a.       Seorang gembala jangan terus menghukum

b.      Seorang gembala harus tahu mengampuni orang lain

c.       Seorang gembala tidak boleh memperhatikan bisikan-bisikan

d.      Seorang gembala harus tahu mendengarkan

3.      Seorang gembala harus rajin keluar. Seorang gembala tidak bisa selalu tinggal dirumah. Dia harus keluar, baik di waktu panas maupun di waktu hujan.

4.      Seorang gembala tidak usah seorang psikolog. Artinya, walaupun pengetahuan tentang kepribadian manusia dapat menolong seorang gembala, tapi tidak mutlak baginya untuk belajar psikologi (ilmu jiwa).

Berkaitan dengan keluarga seorang gembala Bons Strom mengatakan bahwa: panggilan pertama bagi seorang isteri gembala ialah, berusaha supaya rumahnya tenang dan teratur dengan baik. Supaya suami, anak-anak dan anggota keluarganya yang lain hidup dalam suasana kasih. Kalau begitu, maka tamu-tamu yang masuk ke rumah orang Kristen itu juga akan ditarik  kepada dasar kasih itu, yaitu kepada Kristus sendiri. Itulah panggilan tiap-tiap ibu rumah tangga dalam jemaat, dan juga panggilan ibu gembala. Ia harus berusaha supaya ia tetap dapat menyenangkan hati suami dan memelihara perkawinannya dalam segala aspeknya. Ini hanya dapat terjadi kalau sang pendeta juga, apakah ia pria ataupun wanita, menginsafi bahwa ia selain gembala jemaat, ia juga adalah ayah, atau ibu, suami atau isteri.

Berkaitan dengan karakter (kepribadian) seorang gembala Seth Msweli dan Donal Crider mengatakan bahwa seorang gembala siding yang baik adalah jika:

1.      Ia menghargai dirinya

2.      Ia rendah hati

3.      Ia peramah

4.      Ia penuh sukacita

5.      Ia suka menerima tamu

6.      Ia tidak tamak akan uang

7.      Ia mengasihi setiap orang

8.      Ia berhati-hati terhadap wanita

Berkaitan dengan keluarga Seth Msweli dan Donal Crider mengatakan bahwa: pertama, seorang gembala sidang yang baik harus bekerja sama dengan isterinya dengan jalan: menjadi teladan yang baik, mengasihi isteri, membicarakan segala sesuatu dengan dia, isteri menolong suami. Kedua, memlihara keluarga dengan baik dengan jalan: mengurus rumah tangganya  yaitu keperluan anak-anak dan mengajar anak-anak.

Ralph M. Riggs menambahkan bahwa syarat yang terpenting untuk menjadi gembala siding yang berhasil ialah sifat yang tidak tercela. Sifat itu memancar keluar seperti halnya radiator panas. Seseorang dapat memberitakan Injil dari kehidupannya. Sifat seorang bisa mempengaruhi orang-orang disekitarnya dan dengan cara ini juga dapat menghasilkan perubahan yang nyata dan hidup.  Seorang gembala siding selalu meninggalkan bekas kerohaniannya yang khas sendiri pada jemaatnya, khususnya pada orang-orang yang bertobat dibawah pelayanannya.

Berkaitan dengan isteri seorang gembala sidang Ralph M. Riggs mengatakan bahwa: isteri gembala itu merupakan isteri Kristen yang harus berlaku sebagai isteri dan ibu Kristen. Firman Allah menyatakan dalam Efesus 5:22-24: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu”. Alangkah besar dosa dan kegagalan seorang isteri gembala yang memengaruhi suaminyake arah yang duniawi.

Jadi, kualifikasi seorang gembala adalah sesuatu yang kompleks sebab tidak hanya berbicara tentang dirinya tetapi juga keluarganya. Gembala yang baik meliputi aspek kepribadian (karakter), keluarga, hubungan dengan jemaat dan hubungan dengan masyarakat luas

KESIMPULAN

            Dari uraian singkat di atas dapat diambil beberapa kesimpulan berkaitan dengan kulifikasi seorang gembala sebagai berikut:

1.      Gembala sebagai pemimpin sebuah gereja haruslah seorang yang benar-benar siap baik secara jasmani terlebih secara rohani sehingga jemaat yang digembalakan mengalami pertumbuhan, baik secara kualitas maupun kuantitas.

2.      Gembala bukanlah hanya dialamatkan kepada seorang pendeta saja tetapi lebih luas dari itu. Bahwa Yesus sebagai gembala yang baik dan semua anggota jemaat merupakan gembala bagi sesamanya. Bahwa diantara anggota jemaat ada majelis sebagai gembala-gembala khusus dan di tenmgah-tengah majelis ada pendeta sebagai gembala khusus penuh waktu. Dan semuanya adalah kawanan domba Yesus Kristus.

3.      Kualifikasi seorang gembala adalah sesuatu yang kompleks sebab tidak hanya berbicara tentang dirinya tetapi juga keluarganya. Gembala yang baik meliputi aspek kepribadian (karakter), keluarga, hubungan dengan jemaat dan hubungan dengan masyarakat luas.

 Donasi Untuk Pengembangan Pelayanan. 

No. Rekening BNI : 0330445252 (Cabang Medan)
Nama : Bpk NELSON

No comments:

Post a Comment