Saturday, November 7, 2020

Pernikahan dan Perceraian

 

PERIKAHAN DAN PERCERAIAN

Oleh: Pdt. Nelson Sembiring, M. Th. 

PENDAHULUAN

Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral dalam kehidupan kekristenan, sebab Tuhan sendirilah yang membentuk suatu rumah tangga, sebab Ia tahu tidak baik kalau manusia hidup seorang diri saja, sehingga Tuhan berkata : Aku akan menjadikan penolong yang sepadan dengan dia (Kej. 2 : 18). Namun, sering sekali keluarga yang telah dibentuk diakhiri dengan sebuah perpisahan yang lazim disebut perceraian. Padahal keluarga tersebut tahu bahwa Tuhan sangat membenci perceraian (Mal. 2:16).

Pernikahan merupakan unit masyarakat yang paling dasar dan berpengaruh di dunia. Adalah sulit untuk menaksir terlalu tinggi pentingnya pernikahan, tetapi setiap tahun di Amerika Serikat terdapat kita-kira separo perceraian dari pernikahan yang ada. Mengingat hal ini, adalah perlu bagi kita untuk mempertimbangkan dasar alkitabiah untuk pernikahan dan perceraian (Etika Kristen, Norman L. Geisler, hal. 353).

Apa yang dikatakan oleh Norman di atas tentu tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, menurut pengamatan penulis bahwa tingkat perceraian di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Menurut Anwar Saadi, selaku Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kementerian Agama membenarkan peningkatan tren perpisahan suami istri di negara ini. Berdasarkan data yang diperoleh sejak tahun 2009-2016, terlihat kenaikan angka perceraian mencapai 16 hingga 20 persen.

Memang tidak dirinci dari agama mana saja yang terlibat dalam kasus perceraian yang mengalami kenaikan tersebut. Namun, jika kita melihat Kristen sebagai agama terbesar ke dua di Indonesia maka dapat dipastikan bahwa orang Kristen yang bercerai  juga pasti berada di urutan yang ke dua. Oleh karena itu, penulis setuju dengan pernyataan Norman bahwa perlu bagi kita untuk mempertimbangkan dasar alkitabiah untuk pernikahan dan perceraian


PEMBAHASAN


A.       Pandangan Alkitabiah Mengenai Pernikahan

Baik natur maupun lamanya pernikahan itu penting dari perspektif Kristen. Pernikahan adalah suatu komitmen kekal antara  seorang laki-laki dan seorang wanita yang melibatkan hak-hak seksual secara timbal balik. Sedikitnya terdapat tiga unsur dasar mengenai pernikahan dalam konsep alkitabiah.

Pertama, pernikahan adalah antara seorang pria dan wanita.  Pernikahan alkitabiah adalah antara seorang pria biologis dan seorang wanita biologis. Hal ini jelas dari sejak mulanya.allah menciptakan “laki-laki dan perempuan” (Kej. 1:27) dan memerintahkan mereka untuk “beranakcucu dan bertambah banyak” (ayat 28).

Kedua, pernikahan melibatkan kesatuan seksual. Jelaslah pula dari Kitab Suci bahwa pernikahan melibatkan kesatuan seksual. Hal ini demikian adanya karenan beberapa alas an. Pernikahan disebuat satu kesatuan dari “satu daging”. Bahwa di dalam pernikahan terdapat seks adalah jelas daripenggunaanya oleh Paulus di dalam 1 Korintus 6:16 di mana Paulus menggunakan frase yang sama untuk mengutuk pelacuran.allah memerintahkan bahwa “laki-laki dan perempuan” yang Dia ciptakan akan memperbanyak anak (Kej. 1:28). Hal ini mungkin hanya melalui kesatuan seksual antara laki-laki dan perempuan secara biologis. Singkatnya, pernikahan melibatkan hak untuk kesatuan seksual antara laki-laki dan perempuan.hubungan seksual sebelum pernikahan disebut percabulan (Kis.15:20, 1 Kor. 6:18) dan hubungan seksual di luar pernikahan disebut perzinahan (Kel.20:14, Mat. 19:9).

Ketiga, pernikahan melibatkan satu perjajnian di hadapan Allah. Pernikahan bukan hanya satu kesatuan antara laki-laki dan perempuan yang melibatkan hak-hak perkawinan (seksual), tetapi merupakan satu kesatuan yang dilahirkan dari satu perjanjian dari janji-janji yang timbale balik. Komitmen ini tersirat dari sejak mulanya di dalam konsep meninggalkan orang tua dan bersatu dengan isterinya. Janji pernikahan dinyatakan paling gambling oleh nabi Maleakhi ketika ia menulis : TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu (Mal. 2:14). Kitab Amsal juga berbicara tentang pernikahan sebagai suatu “perjanjian” atau komitmen satu sama lain. kitab ini mengutuk penzinah “yang meninggalkan teman hidup masa mudanya dan melupakan perjanjian Allahnya (Amsal 2:17).

Alkitab sangat jelas mengenai lamanya pernikahan.ini merupakan komitmen sepanjang hidup.pernikahan dirancang sekali untuk seumur hidup tetapi bukan untuk kekekalan. Pernikahan merupakan komitmen sepanjang hidup. Natur pernikahan sepanjang hidup diminta dalam konsep kepermanenan di dalam pernikahan yang dimaksudkan oleh Yesus ketika Dia berkata” Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6). Pernikahan tidak bersifat kekal. Sementara pernikahan merupakan satu perjanjian yang berlaku seumur hidup di hadapan Allah,pernikahan tidak meluas sampai kekekalan. Karena seperti yang dijelaskan Yesus, “karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” (Mat.22:30). Meskipun kita pasti dapat mengenali orang-orang yang kita cintai di sorga, tidak aka nada pernikahan di sorga. Lebih jauh lagi, fakta bahwa para janda dapat menikah lagi (1 Kor. 7:8-9) menunjukkan bahwa komitmen mereka hanyalah sampai kematian pasangan mereka.

Ada fatka lain yang disepakati orang-orang Kristen: pernikahan itu bersifat monogamy.pernikahan adalah untuk satu suami dan satu isteri. Paulus berkata : “baiklah setiap laki-laki [bentuk tunggal] mempunyai isterinya sendiri [bentuk tunggal] dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri” (1 Kor. 7:2).

Kalau monogami merupakan perintah dari Allah untuk pernikahan, lalu mengapa Dia nampaknya menyetujui poligami? Banyak orang-orang kudus yang besar dalam Perjanjian Lama berpoligami, termasuk Abraham, Musa dan Daud. Sungguh Salaomo memiliki tujuh ratus isteri dan tiga ratus gundik (1 Raj.11:3)! Sebagai tanggapan, harus dicatat bahwa Alkitab tidak menyetujui segala sesuatu yang tercatat didalamnya,paling tidak secara eksplisit. Berbeda dengan opini yang tersebar luas, Alkitab berbicara keras menentang poligami baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. (Etika Kristen, Norman L. Geisler, hal. 353-358).

 

B.        Beberapa Pandangan Kristen Mengenai Perceraian

Ada kesepakatan umum di antara orang-orang Kristen tentang natur pernikahan. Di lain pihak, kesepakatan umum mengenai perceraian lebih sulit untuk didapatkan di antara orang-orang Kristen. Tetapi, ada beberapa bidang kesepakatan umum di antara orang-orang Kristen mengenai perceraian. Sedikitnya ada tiga yang dapat dicatat.

     Pertama, perceraian bukanlah ideal Allah. Jelas bahwa Allah tidak merancang perceraian. Sebenarnya, Allah berfirman kepada Maleakhi, “Aku membenci perceraian” (Mal. 2:16). Yesus berkata Allah mengizinkan tetapi tidak pernah memaksudkan perceraian (Mat. 19:8). Allah menciptakan satu suami untuk satu istri dan menginginkan agar mereka berdua memelihara sumpah mereka sampai mati. Yesus berkata dengan tegas, “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Mat. 19:6). Jadi, bagaimanapun juga perceraian itu, ini bukanlah rancangan Allah yang sempurna untuk pernikahan. Hal ini jauh lebih ideal. Ini bukanlah satu norma atau standar.dengan kata lain, perceraian bukanlah yang terbaik untuk pernikahan.

     Kedua, perceraian tidak diperbolehkan karena setiap alasan. Orang-orang Kristen pada umumnya juga setuju bahwa perceraian tidak diperbolehkan karena alasan apapun. Memang, Yesus ditanya tentang masalah ini: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alas an apa saja?” jawaban Yesus tegas yaitu tidak. Karenan jawaban Yesus adalah demikian, “Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” (mat. 19:9).apapun ketidaksepakatan yang dimiliki orang-orang Kristen mengenai perkecualiandisini, jelaslah bahwa dia tidak memercayayi bahwa seseorang dapat bercerai karena alas an apapun.

 Ketiga, perceraian menciptakan masalah-masalah. Bahkan orang-orang yang percaya perceraian kadang dibenarkan bagi orang-orang Kristen mengakui bahwa, bagaimanapun juga masalah ini dipecahkan, perceraian menciptakan masalah-masalah. Meskipun perceraian nampaknya menghindarkan kemalangan bagi beberapa orang, perceraian bukanlah tanpa masalah-masalah. Selalu ada harga untuk membayar mahalpasangannya, untuk anak-anak dan di dalam keluarga serta hubungan masyarakat. Perceraian meninggalkan goresan yang buruk yang tidak mudah disembuhkan (Etika Kristen, Norman L. Geisler, hal. 358-359).

Apa yang di jelaskan Norman di atas merupakan suatu kebenaran tentang pernikahan sesuai dengan prinsip alkitabiah. Dalam hal ini penulis setuju dengan semua yang dijelaskan. Dengan maksud yang sama dan bahasa yang berbeda penulis mengatakan bahwa prisip pernikahan dalam kekristenan adalah:

1.   Keduanya adalah pasangan yang sepadan.

Apakah makna sepadan dalam hal ini? Tentu yang sepadan dalam hal ini tidak mengacu kepada kecocokan secara jasmani (fisik, pendidikan, status sosial, dll) namun lebih mengarah kepada perkara rohani. Sepadan secara rohani berarti bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan membentuk suatu rumah tangga haruslah kedua-duanya orang percaya, sebab jika salah satu orang percaya dan yang lain tidak, maka itu bukanlah pasangan yang sepadan seperti dikatakan dalam 2 Kor. 6:14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Suatu perbandingan yang sangat kontras di pakai oleh Tuhan yaitu terang dan gelap yang tidak akan pernah dapat bersatu sampai kapan pun. Dan jelas Tuhan sendiri sangat tidak terima ketika anak-anakNya memilih orang-orang yang tidak percaya menjadi pasangan hidupnya, hal ini ditunjukkan dengan suatu rasa penyesalan Tuhan dan pilu hatiNya ketika melihat anak-anakNya mengambil isteri dari orang yang tidak percaya (Kej.6:1-2, 6). Jadi, jelas bahwa pasangan yang akan menikah haruslah pasangan yang sepadan secara rohani.

2.      Pernikahan bersifat monogami

Tuhan tidak pernah membuat aturan pernikahan lebih dari satu isteri atau suami (poligami), namun dari semula Tuhan menetapkan pernikahan yang monogami. Ketika Tuhan menjadikan Hawa maka yang diambil satu rusuk Adam bukan dua atau lebih, dan dari rusuk yang satu itu dibentukNya seorang perempuan bukan dua orang atau lebih  (Kej.2:21-22). Ini berarti bahwa Tuhan menetapkan monogami dalam pernikahan Kristen. Pada bagian yang lain dikatakan bahwa Dan Firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat.19:5-6). Dari ayat ini jelas bahwa dua menjadi satu, bukan tiga atau empat menjadi satu. Banyak orang bertanya, kalu memang benar monogami mengapa banyak tokoh di Alkitab memiliki isteri lebih dari satu? Benar memang banyak tokoh yang demikian, tetapi jelas kita juga bisa melihat bahwa Tuhan tidak pernah membenarkan tindakan mereka, bahkan yang kita lihat bahwa ketika mereka memilih untuk berbuat yang salah dimata Tuhan maka akan datang masalah di dalam kehidupan mereka. Jadi, jelas pernikahan Kristen bersifat monogami, sehingga tidak ada alasan apapun yang membuat orang untuk menambah jumlah isteri atau suaminya.

3.      Tidak dibenarkan bercerai dalam pernikahan Kristen

Masalah perceraian merupakan masalah yang cukup menarik perhatian dikalangan orang Kristen, sebab ada sebagian gereja yang tetap mengizinkan untuk memberkati orang-orang yang jelas statusnya bercerai dengan isterinya kemudian menikah lagi. Tentu kita tidak berpedoman kepada ajaran gereja namun kembali kepada firman Tuhan bahwa apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6), bahwa seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya (1 Kor. 7:10-11).  Bahkan dengan Jelas Tuhan mengatakan bahwa Ia sangat membenci perceraian (Mal. 2:15). Jadi, jelas bahwa dalam pernikahan Kristen tidak dibenarkan ada perceraian kecuali oleh karena kematian.

 

4.      Suami-isteri sederajat dihadapan Tuhan

Banyak pandangan bahwa lelaki (suami) memiliki derajat yang lebih tinggi di banding dengan perempuan (isteri). Padahal dari sejak semula Allah menciptakan manusia itu sederajat dihadapanNya. Lelaki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1 : 26-27), ini berarti bahwa tidak ada perbedaan derajat laki-laki dan perempuan di mata Allah. Bahkan pada bagian lain Firman Tuhan mengatakan bahwa: Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus (Gal. 3:28). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa seorang laki-laki ditetapkan Allah sebagai pemimpin(kepala) di dalam suatu rumah tangga (Ef. 5:22-23) tetapi ini tidaklah menunjukkan kepada kedudukan laki-laki dan wanita di hadapan Allah sebab itu lebih mengacu kepada hubungan Kristus dengan jemaat, dimana kristus adalah adalah kepala atas jemaat.

5.      Suami-isteri menjadi satu di dalam Tuhan

Banyak sekali kita melihat keluarga Kristen mengalami permasalahan yang berujung pada perceraian. Hal yang paling sering menjadi alasan mengapa memilih jalan ini adalah karena satu sama lain sudah merasa tidak ada kecocokan. Ketika ditanya mengapa tidak ada kecocokan, maka jawaban yang paling sering muncul adalah terlalu banyak perbedaan. Apakah yang salah dengan perbedaan? Tidak ada yang salah dengan perbedaan itu, sebab Tuhan menjadikan memang berbeda dan Tuhan tidak pernah mengatakan keduanya akan menjadi sama tetati Tuhan berfirman: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat.19:5-6). Jadi antara seorang laki-laki dan perempuan bukan diminta menjadi sama tetapi menjadi satu, sehingga jika keduanya menyadari hal tersebut maka setiap perbedaan yang ada tidak akan menjadi suatu masalah tetapi mejadi suatu keindahan dalam suatu rumah tangga.

 

KESIMPULAN

            Allah memaksudkan pernikahan menjadi satu komitmen seumur hidup antara satu pria dan satu wanita. Sementara hubungan pernikahan tidak meluas sampai kekekalan,pernikahan dimaksudkan untuk keseluruhan waktu kita bersama-sama di dunia.perceraiantidak pernah dibenarkan, bahkan karena perzinahan. Perzinahan adalah dosa dan Allah tidak menyetujui dosa maupun terputusnya pernikahan. Apa yang disatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia (Mat. 19:6).

            Pernikahan adalah lembaga yang sakral dan tidak boleh dicemarkan oleh perceraian. Oleh karena itu, orang-orang Kristen haruslah melakukan segala sesuatu denga sekuat tenaga untuk mengagungkan standar Allah mengenai pernikahan monogamy seumur hidup.

 

SARAN

            Oleh karena kesakralan sebuah pernikahan, maka sangat penting untuk dipahami bahwa:

1.      Setiap pribadi yang ingin membentuk suatu rumah tangga harus benar-benar menggumuli dan mendoakan agar benar-benar mendapatkan pasangan yang memang berasal dari Tuhan bukan karena keinginan semata dari pribadi yang mau menikah.

2.      Kepada lembaga gereja agar benar-benar melaksanakan pastoral konseling pra nikah bagi jemaat yang akan membentuk suatu rumah tangga. Artinya bimbingan bukan dilaksanakan hanya sebagai suatu kebiasaan di sebuah gereja kepada jemaat yang mau menikah, tetapi dilaksanakan sebagai suatu pedoman yang benar-benar merupakan dasar dalam membangun suatu rumah tangga yang benar-benar diinginkan oleh Tuhan.

 

No comments:

Post a Comment