Sunday, November 3, 2024

Membangun Kebahagiaan

 

Thema            : Membangun Kebahagiaan

Nats                : Maz. 32:1

Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, M. Th.

1.      PENDAHULUAN

Banyak keluarga Kristen yang merasa kehidupannya kurang bahkan tidak berbahagia. Bahkan tidak jarang memilih untuk diam satu dengan yang lain, hidup berjauhan, bahkan lebih lagi ada yang memilih mengakhiri hubungan (bercerai), walaupun itu jelas merupakan hal yang sangat dibenci oleh Tuhan. Memang tidak mudah untuk membangun sebuah keluarga yang berbahagia dan harmonis, itu adalah perjuangan seumur hidup. Selintas kita melihat keluarga-keluarga Kristen baik-baik saja atau dengan kata lain berbahagia. Tapi fakta yang sesungguhnya sering kali berbanding terbalik. Istri tidak merasa bahagia, suami juga merasa kecewa bahkan anak-anak merasa tidak dipedulikan. Bagaimana membangun kebahagiaan. Mari kita belajar bersama.

2.      ISI

Bagaimanakah cara membangun kebahagiaan keluarga?

·      Secara teologis

Ø  Memiliki dasar kebahagiaan yang jelas

“Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi” (Maz. 32:1). Jika dasar suatu bangunan itu kokoh, maka angin dan badai takkan membuat ia roboh. Saat suami/istri menyadari bahwa hal utama kebahagiaannya adalah karena sudah ditebus oleh Kristus, maka mereka akan tetap berbahagia walau pasangannya belum seperti yang diharapkan. Jika dasar kebahagian suami adalah istri dan sebaliknya, maka mereka akan terus saling mengecewakan.

Ø  Memilki aktivitas kebahagiaan yang benar.

“Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat” (Why. 1:3). Paulus berkata: Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus (Ibr. 12:2a). Fokus kebahagian suami bukan istri demikian juga sebaliknya. Jika fokusnya pasangan, pasti sering tidak bahagia.

·      Secara Praktis

Ø  Saling memenuhi kewajiban (1 Kor. 7:3)

Kewajiban suami adalah bekerja keras memenuhi kebutuhan keluarga (Kej. 3:17) dan perempuan harus mengurus rumah tangga dengan baik (31:15). Kewajiban anak-anak adalah menaati orangtuanya (Ef. 6:1). Kalau suami malas bekerja, maka tidak bisa disalahkan kalau istri uring-uringan. Demikian juga kalau istri tidak mengurus rumah tangga dengan baik tidak bisa disalahkan kalau suara suami meninggi.

Ø  Suami istri saling mengerti (Rm. 12:16)

Dalam hal ini suami-istri harus memikirkan hal-hal praktis yang bisa membuat mereka berdua berbahagia, bahkan juga anak-anak. Misalnya berenang bersama, makan-minum bersama, jalan keluar bersama, dll. Suami harus mengerti kalau istrinya memiliki keinginan/hobi yang tidak menyalahi aturan dan isteri juga harus demikian. Isteri harus menerima keputusan yang diambil oleh suami tentang suatu hal selama itu tidak melanggar kebenaran dan mendatangkan hal yang buruk, walau mungkin tidak sepenuhnya bisa diterima istri. Sebab jika masing-masing membuat keputusan sendiri, maka itu bukan keluarga.  Karena tidak mungkin ada dua pemimpin di sebuah keluarga.

3.      PENUTUP

Kebahagian utama suami bukanlah isteri, kebahagiaan utama istri bukan suami, kebahagian utama suami-istri bukan anak-anak. Kebahagiaan utama anak-anak juga bukan orang tua. Kebahagiaan utama semuanya adalah TUHAN. Walaupu mereka sedang tidak bahagia oleh karena pasangan atau anak-anak, mereka harus tetap berbahagia karena TUHAN.

No comments:

Post a Comment