Friday, November 30, 2018

Okultisme


Thema             : Okultisme
Nats                 : Ul. 18:9-13
Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.

A.      PENDAHULUAN
Tidak jarang kita mendengar cerita yang berbau mistik termasuk di kalangan orang percaya. Ada yang bercerita tentang perdukunan, kerasukan roh jahat, rumah berhantu, tempat angker, dll. Pertanyaannya,apakah itu realita atau hamya sebatas khayalan? Selain menciptakan dunia dan segala isinya Allah juga menciptakan Malaikat sebagai pelayanNya. Tetapi satu dari malaikat Tuhan tersebut (Lucifer/Putera Fajar/iblis) berambisi menyamai Allah (Yes. 14:13-14) sehingga Allah melemparkanya dari surga (Yes. 14:15, Yeh. 28:16-17). Ketika Allah menciptakan manusia di taman Eden, maka iblis yang sudah dilemparkan dari surga kembali beraksi di taman Eden? Apakah Allah tidak mampu membinasakan iblis? Tentu perkara kecil bagi Allah, tetapi manusia yang ia ciptakan bukanlah robot tetapi mahluk hidup yang bebas menentukan pilihannya. Dan sampai hari ini iblis terus berusaha untuk mencari pengikut sebanyak-banyaknya di tengah dunia. Berbagai cara ia lakukan dengan kuasa yang ia miliki, termasuk dalam segala praktek okultisme.

B.       ISI
1.      Pengertian Okultisme
Okultisme berasal dari kata “Ocul” yang berarti gelap dan “Isme” yang berarti Ajaran. Jadi Okultisme adalah ajaran tentang dunia kegelapan. Segala praktek yang berhubungan dengan kekuatan gaib di luar Tuhan baik secara langsung atau melalui media (termasuk) manusia digolongkan ke dalam okultisme.
2.      Contoh praktek Okultisme dalam Alkitab.
a.       Saul meminta seorang dukun untuk memanggil arwah orang yang sudah meninggal (1 Sam. 28:7). Dalam konteks masa kini kita menemukan hal yang sama yaitu yang disebut dengan istilah “perumah begu” dengan tujuan untuk meminta petunjuk atau nasihat tentang suatu masalah.
b.      Orang Mesir meminta petunjuk kepada berhala-berhala, tukang jampi, arwah dan peramal (Yes. 1:3). Dalam konteks saat ini kita menemukan praktek seperti ini misalnya: Menyembah pohon, menenung orang (agar sakit/mati), berdoa di kuburan, meramal nasib (Astrologi/perbitangan/horoskop), dll.
c.       Orang Mesir mencari kesembuhan kepada para dukun (Yes. 19:22). Dalam konteks saat ini kita melihat praktek perdukunan cukup marak, bahkan dengan menggunakan kecanggihan teknologi dan sedikit memoles namanya menjadi pengobatan alternatif padahal sesungguhnya iblis berada di belakang itu semua.
3.      Okultisme dalam kehidupan orang percaya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa orang percaya adalah sasaran utama iblis. Sampai masa penghakiman tiba iblis akan tetap ada disekitar kita dan berusaha untuk mencobai dan mempengaruhi kehidupan kita (1 Pet. 5:8).
a.       Petrus (Mat. 16:23). Artinya, bahwa iblis masih bisa mempengaruhi pikiran Petrus sebagai orang percaya.
b.      Yudas Iskariot (Luk. 22:3). Artinya, bahwa iblis pun bisa memakai seorang murid Yesus untuk melakukan kejahatan.
c.       Saul (1 Sam. 28:7). Artinya, bahwa orang sekelas Saul (Raja pilihan Tuhan) pun melakukan praktek perdukunan.
d.      Orang percaya sanggup mengusir iblis (Yak. 4:7, 1 Pet. 5:9, 1 Yoh. 4:4). Jika ada orang percaya masih takut kepada iblis maka imannya belum teguh/masih ragu /belum sepenuhnya percaya (Luk. 24:36-38, Mat. 14:26, 31).
4.      Dampak berhubungan dengan Okultisme.
a.       Semangat hidup hilang (Yes. 19:3)
b.      Rencana akan mengalami kekacauan (Yes. 19:3)
c.       Memilki kehidupan rohani yang kacau (Yes. 19:14)
d.      Kesehatan jasmani akan terganggu (Yes. 19:14)
e.       Segala usaha akan mengalami kehancuran (Yes. 19:15)
f.       Tuhan memuntut pertanggungan jawab (Ul. 18:19).
5.      Jalan keluar dari Okultisme
Tidak ada jalan lain selain Yesus (Yoh. 14:6). Artinya, ketika seseorang terlibat dengan Okultisme maka jika ingin bebas berbaliklah kepada TUHAN (Yes. 19:22), berserulah kepada TUHAN (Yes. 19:20).

C.       PENUTUP
Terlibat atau tidak dengan okultisme adalah pilihan, tunduk kepada Allah dan berani melawan iblis atau sebaliknya tunduk kepada iblis dan melawan Allah juga adalah pilihan. Tetapi ingat bahwa setiap pilihan yang kita buat hari ini akan mendatangkan satu akibat (konsekuensi), baik untuk kehidupan saat ini maupun kehidupan yang akan datang. Tuhan Yesus memberkati.

Mujizat Kesembuhan


Thema            : Mujizat Kesembuhan
Nats                : Matius 9:1-9
Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.

A.      PENDAHULUAN
Setiap orang pernah mengalami yang namanya “sakit”, baik orang kaya atau miskin, anak-anak atau dewasa, pejabat atau rakyat biasa, orang percaya atau tidak percaya, dll. Perbedaanya mungkin pada berat tidaknya penyakit yang dialami, atau mungkin cara-cara yang ditempuh untuk beroleh kesembuhan. Dalam konteks orang percayapun ada berbagai sikap yang dilakukan untuk memperoleh yang namanya kesembuhan. Tidak jarang mereka yang mengaku sebagai orang percaya masih melakukan cara-cara yang tidak seturut dengan Firman Tuhan atau bersikap terlampau rohani hanya dengan mengandalkan doa. Bagaimanakah kita menyikapi hal ini? Agar kita tidak salah dalam mengambil sikap maka pilihan terbaik adalah meminta petunjuk dari sebuah buku yang tak pernah usang (ketinggalan zaman) dan mampu menjawab setiap persoalan hidup itulah Alkitab Firman Allah yang tidak pernah berubah dari dulu hari ini sampai selama-lamanya. 
 
B.       ISI
1.      Kesembuhan menurut Alkitab
Dapat dipastikan untuk mendapatkan kesehatan semua orang akan berusaha semaksimal mungkin, bahkan sampai berobat keluar negeripun ditempuh untuk memperoleh yang namanya kesehatan.  Pertanyaannya, apakah setelah penyakitnya disembuhkan ia telah benar-benar sehat? Secara jasmani, ia memang sudah sehat tetapi secara rohani belum tentu. Sehat jasmani itu penting, tetapi tidak melebihi kesehatan secara rohani. Apa gunanya tubuh kita sehat jika roh dan jiwa kita merana karena hidup tanpa mengenal Tuhan.
a.       Kesembuhan secara Rohani. Tuhan lebih mengutamakan kesembuhan Rohani melebihi Jasmani.
·           Yesus menyelesaikan penyakit dosa orang lumpuh (Mat. 9:2). Dosa merupakan penyakit yang paling berat bagi umat manusia sebab membawa maut (Rm. 6:23).
·           Yesus menanggung semua penyakit dosa manusia di atas salib (Yes. 53:4-5). Bilur-bilur darah Kristus menyembuhkan kita secara rohani. Darah yang tertumpah di kalvari menyucikan segala dosa kita.
·           Yesus menyembuhkan Paulus secara rohani dalam perjalanan ke Damsyik (Kis. 9), namun secara jasmani Paulus tidak disembuhkan tetapi diberi kekuatan untuk menjalaninya (2 Kor. 12:8-9). Hal ini membuat Paulus dapat berkata bahwa manusia batiniah/rohani lebih utama dari lahiriah/jasmani (2 Kor. 4:16).

b.      Kesembuhan secara Jasmani. Walau tidak melebihi kesembuhan rohani tetapi jasmani adalah hal yang penting.
·           Yesus memulihkan orang lumpuh (Mat. 9:6-7), wanita pendarahan (ay.22), orang buta (ay. 29-30), dll. Artinya, Yesus sangat peduli dengan kesehatan jasmani manusia.
·           Yesus mengorbankan sekitar 2000 ekor babi hanya untuk kesembuahan orang gila/kerasukan roh jahat (Mrk. 5:2, 13,15). Artinya, kesehatan seseorang lebih penting dari segala harta benda.
2.      Mujizat Kesembuhan dalam Alkitab. Ketika seseorang mengalami sakit (secara jasmani) maka yang ia harapkan adalah kesembuhan. Bagaimanakah kesembuhan itu datang?
a.       Berobat ke dokter (Mat. 9:12). Artinya, bahwa Tuhan sanggup secara ajaib meyembuhkan seseorang, tetapi IA memakai sarana (dokter/RS) sebagai perpanjangan tanganNya. Tuhan bisa menyatakan mujizatnya melalui seorang dokter.
b.      Melalui doa dan urapan hamba Tuhan (Yak. 5:14). Artinya, bahwa Tuhan memakai hambaNya untuk menyatakan mujizat kesembuhan bagi seseorang. Tapi ingat, tidak semua penyakit sembuh ketika didoakan.
c.       Tuhan sendiri yang menyembuhkan. Dalam PL, seorang tokoh yaitu Ayub mengalami sakit yang parah (Ayub 2:7) dan akhirnya Tuhan sendiri yang memulihkannya (Ayub 42:10). Dalam PB Tuhan Yesus melakukan banyak mujizat kesembuhan. Ini berarti bahwa ada kalanya Allah yang sendiri turun tangan menyatakan mujizat kesembuhan bagi seseorang.
3.      Sikap terhadap mujizat kesembuhan.
a.       Mau menyelesaikan urusan dosa/kerohanian yang tidak sehat (Mat. 9:2)
b.      Memiliki iman yang teguh (Mat. 9:21-22)
c.       Meyakini bahwa Tuhan sebagai sumber kekuatan dan kesembuhan (Kis. 3:16)

C.       KESIMPULAN
Saat kita percaya sesungguhnya kita telah disembuahkan dari penyakit dosa dan saat kita beriman maka secara jasmani kita juga akan mengalami pemulihan. Jikalaupun kita belum dipulihkan Tuhan akan tetap beri kekuatan untuk menjalani hidup ini, bahkan jika akhirnya penyakit kita tidak sembuh maka itu akan Tuhan pakai untuk mengantakan kita pada kekekalan bersama dengan DIA. Amin.

Menyambut Kelahiran Kristus


Thema             : Menyambut Kelahiran Yesus
Nats                 : Luk. 1 : 31
Oleh                 : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.
A.       PENDAHULUAN
Kelahiran seorang adalah suatu momen istimewa bagi sebuah keluarga secara umum, sehingga berbagai persiapan khusus dilakukan dalam menanti-nantikan hari kelahiran tersebut. Cek secara rutin, mempersiapkan segala perlengkapan, siaga (siap antar jaga), dll., menjadi hal yang secara umum dilakukan oleh pasangan yang akan menyambut kelahiran tersebut. Begitu penting dan berharganya yang akan datang itu sehingga sebuah keluarga akan mengerahkan segala daya dan upaya untuk mempersiapkan yang terbaik untuk menyambutnya, dan hal ini adalah sesuatu yang nomal. Dalam konteks iman Kristen, setiap tahun kita menyambut satu bulan yang istimewa yaitu bulan Desember, dimana Allah datang ke dunia melalui sutau kelahiran secara jasmani. Memang peristiwa itu telah terjadi dimasa lampau (lebih dari 2000 tahun yang lalu) namun peristiwa itu tidak pernah usang bahkan sebaliknya semakin dikenang oleh jutaan umat manusia. Tetapi, tidak jarang juga kita mendengar ada kelompok tertentu berkata : “Untuk apa merayakanNatal?”. Dengan berbagai alasan dan teori yang sepertinya masuk akal mereka dengan yakin berkata bahwa peristiwa Natal itu tidak pernah terjadi dan kalaupun terjadi tidak mungkin di bulan Desember. Bagaimana sikap kita dalam menyambut Kelahiran Kristus?  
B.       ISI
1.      Sikap terhadap ajaran : Tidak Perlu Merayakan Natal.
Seorang pengikut Saksi Yehua berkata: “Murid-murid Yesus tidak juga merayakan Natal pada masa itu. Jadi Yesus hanya memerintahkan merayakan kematian (Paskah), bukan kelahiran (Natal). Tidak ada catatan yang spesifik dalam Alkitab untuk merayakan Natal”. Sikap kita: Sederhana saja, tanpa harus menggali teks-teks asli kitab suci tentang peristiwa Natal. Natal dalam kamus artinya adalah “kelahiran seseorang” secara spesifik seseorang itu disebut (Isa Almasih/Yesus). Perlukah Yesus memerintahkan kita untuk merayakan kelahiranNya? Jangankan kelahiran Yesus, kelahiran seseorang (ayah, ibu, anak, teman, dll) pun kita rayakan tanpa menunggu orang tersebut meminta kita untuk merayakannya. Apalagi Kealahiran orang yang begitu istimewa bagi kita (Yesus Kristus), tanpa diperitahkan pun kita akan menayatakan sukacita kita untuk mengenang hari kelahiranNya ketengah dunia ini. Orang Majus dari Timur saja pun datang jauh-jauh untuk merayakannya, mengapa manusia yang baru kemarin sore muncul berani mengatakan: Tak perlu Natal. Tapi biarpun demikian kita juga tidak perlu terlalu responsif sebab Kristus sendiri berkata : Biarkanlah lalang itu tumbuh bersama dengan gandum sampai musim penuaian tiba (Mat. 13:30).
2.      Sikap terhadap perbedaan tanggal perayaan Natal.
a.       Ada kelompok mengatakan: Tidak mungkin Natal terjadi pada bulan Desember (Tebet) sebab cuaca sangat dingin (di bawah 0oC) sehingga tidak mungkin ada gembala-gembala di padang (Luk. 2:8). Sikap kita: Sederhana saja, kita percaya Allah membentuk manusia dari debu tanah (Kej. 2:7), maka apa susahnya bagi Allah hanya untuk membuat cuaca yang baik/nyaman ketika firmanNya turun menjadi manusia (Yoh. 1:14), seperti pesan Malaikat Gabriel kepada Maria : Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37).
b.      Ada kelompok merayakan Natal sebelum 25 Desember (bahkan akhir November), pas 25 November dan setelah 25 Desember (sampai akhir Januari). Sehingga muncul suatu pertanyaan: Tanggal berapa sebenarnya? Sikap kita: Sederhana saja, memang bila dikaji berdasarkan penanggalan (sistem kalender) maka akan terjadi pergeseran-pergeseran tanggal sesuai dengan aturan yang digunakan (penanggalan Bulan, Bintang, Matahari, dll). Namun, yang terpenting bukanlah tanggalnya tetapi esensinya bahwa Yesus benar-benar lahir untuk kita. Jika ada yang merayakan sebelum 25 Desember maka pandanglah bahwa ia merayakan penyambutan kelahirannya, jika pas 25 Desember pandanglah sebagai perayaan hari lahirnya, jika setelah 25 Desember pandanglah sebagai perayaan syukuran setelah kelahirannya, gitu aja kok repot. Intinya Yesus dipermuliakan di kala Natal tiba.
3.      Sikap terhadap gaya hidup masa kini.
a.       Fokus Natal bukan lagi Kristus (Ibr. 12:2) Saat menjelang perayaan Natal, hal yang sering dibahas adalah sekitar pakaian, makanan, kado, dll. Salahkah? Tidak ada yang salah dengan hal ini, tetapi jika hal ini menjadi fokus dan mempengaruhi sukacita Natal maka ada yang keliru dengan cara pikir kita. Mengapa Yesus lahir di kandang domba? Karena ia ingin memberi suatu teladan bagi kita agar kita memiliki sikap yang rendah hati (sederhana).
b.      Natal sebagai ajang menampilkan kebolehan. Saat perayaan Natal tiba, secara umum hal yang paling ditunggu bukanlah berita Natal (Firman Tuhan) tetapi lebih kepada tampilan acara-acara (melihat anaknya tampil, menunggu giliran tampil di depan, menanti Judika tampil, dll). Tidak ada yang salah dengan acara-acara tersebut tetapi semua itu hanyalah “bungkusnya”, isinya adalah Berita Natal dan itulah yang seharusnya yang paling ditunggu.
c.       Natal hanya sebagai acara wajib. Di kalangan gereja, instansi, organisasi, dll. kegiatan Natal adalah kegiatan tahunan yang wajib dilaksanakan, tetapi tidak jarang semua hanya sekedar melaksanakan kewajiban tanpa makna.Sehingga seselum dan sesudah Natal tidak ada suatu perubahan cara hidup. Bukankah terlalu besar harga (biaya) yang kita habiskan tahun demi tahun hanya untuk kegiatan wajib tanpa makna, alangkah sukacitanya kita juga Tuhan, jika kegitan wajib itu kita rayakan dengan penuh makna, bahwa oleh karena kita sudah ditebus (dibayar lunas) maka kita juga mau membayar harga itu untuk keselamatan yang telah kita nikmati.
C.       KESIMPULAN
Mari sambut kelahiran Kristus dengan sikap yang benar bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk tidak merayakannya. Bahwa tiada yang mustahil bagi Allah untuk menyatakan kehendaknya bagi kita. Bahwa Natal adalah hariNya buka hari kita, sehingga fokusnya adalah Dia bukan kita. Jangan habiskan tenaga kita merayakan Natal tanpa makna. Tuhan Yesus memberkati.

Respon Terhadap Panggilan Tuhan


Thema           : Respon Terhadap Panggilan Tuhan
Nats                : Keluaran 4:10-17
Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, S, Pd., M. Th.


A.        PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda ketika dalam memenuhi panggilan Tuhan dalam hidupnya. Semua orang yang keluar dari kegelapan menuju terangnya yang ajaib disebut sebagai orang yang telah memenuhi panggilan Tuhan (1 Pet. 2:9). Dan setiap orang yang terpanggil tersebut berkewajiban mewartakan tentang kasih Tuhan. Dalam memenuhi panggilan tersebut, setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda. Ada yang benar-benar siap seperti Yesaya dengan berkata: “Ini aku, utuslah aku!”(Yes. 6:8), ada yang berusaha lari dari panggilan Tuhan seperti Yunus (Yun. 1:3), dan ada juga yang melakukan tawar-menawar dengan panggilan Tuhan dengan berbagai alasan seperti Musa ketika dipanggil Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian. Pada kesempatan ini kita akan belajar dari tokoh yang terakhir disebutkan yaitu Musa.

B.        ISI
1.      Respon Musa dengan panggilan Tuhan
·      Kurang siap dengan panggilan Tuhan. Mengapa ia kurang siap?
Ø Merasa tidak mampu untuk berbicara (ay. 10). Hal seperti ini menjadi alasan kebanyakan orang untuk tidak dilibatkan dalam suatu pekerjaan Tuhan (pelayanan).
Ø Merasa tidak pantas/patut (ay. 13). Hal ini juga sering menjadi alasan banyak orang enggan terlibat melakukan suatu pelayanan. Berbicara pantas (layak) atau tidak, sesungguhnya tidak ada seorangpun yang layak jika bukan Tuhan yang melayakkannya, sebab semua kita adalah manusia berdosa.
·      Pergi memenuhi panggilan Tuhan (ay. 20). Setelah melalui diskusi yang panjang akhirnya Musa memutuskan untuk memenuhi panggilan Tuhan. Artinya butuh suatu proses (belajar) dalam memenuhi panggilan tersebut.
2.      Hal yang perlu diteladani dari seorang Musa
·      Sadar dengan keterbatasannya (ay. 10 dan 13). Walaupun mungkin dianggap sebagai bentuk kekurangsiapan, tetapi jika dilihat dari sisi yang positif maka pengakuan Musa tersebut adalah sesuatu yang baik. Lebih baik merasa kurang mampu dari pada sok mampu (sok tahu) tentang segala sesuatu. Dengan pengakuan tersebut akhirnya ia mendapat suatu motivasi dan dorongan dari Tuhan. Dalam konteks saat ini, kita akan mendapat dukungan dari orang lain yang memiliki pengalaman yang lebih dari kita.
·      Menggunakan perlengkapan yang disuruh Tuhan ( ay. 17 dan 20). Sering sekali kita melupakan pesan Tuhan dalam melakukan suatu pelayanan.
3.      Hal yang perlu disadari dalam penggilan Musa dalam konteks saat ini.
·      Tuhan tidak pernah keliru dalam memanggil seseorang. Walaupum Musa merasa tidak mampu tetapi Tuhan jauh lebih tahu dan terbukti Musa berhasil memimpin bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan. Jadi, jangan pernah ragu dengan panggilan Tuhan dalam hidup kita, Dia yang akan bertanggung jawab dalam segala kelemahan kita.
·      Tuhan menyediakan jalan keluar (pertolongan) dalam keterbatasan kita. Tuhan menempatkan Harun sebagai juru bicara Musa kepada bangsa Israel (ay. 14-17). Jadi, jangan jadikan kelemahan kita untuk tidak melakukan pekerjaan Tuhan.

C.        KESIMPULAN
Mari penuhi panggilan Tuhan dalam hidup kita, Tuhan tidak bertanya apa yang kita miliki (karunia atau kemampuan), tetapi Tuhan hanya menginginkan kesiapan hati kita untuk melakukan kehendaknya. Ketika kita bertanggung jawab dlam perkara-perkara sederhana (kecil) maka Tuhan akan percayakan perkara-perkara besar dalam hidup kita. Kita semua orang biasa, tetapi Tuhan punya cara untuk memakai kita secara luar biasa. Tuhan Yesus memberkati. AMIN.

Orang Percaya Dalam Pemilu


Thema             : Orang Percaya Dalam Pemilu
Nats                 : Roma 13:1 – 7
                                                Oleh                 : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M.Th.


A.     PENDAHULUAN
Pesta lima tahunan yang kita kenal dengan sebuatan pilkada (termasuk pilpres) cukup menyita perhatian publik di seluruh penjuru tanah air. Dari kalangan masyarakat kecil, menengah bahkan masyarakat kelas atas, dari kalangan orang biasa sampai para pejabat dan elit partai, semua membicarakannya. Bahkan tidak jarang masalah pilkada membuat adanya gab (pemisah) antara yang satu dengan yang lainnya karena memiliki pilihan yang berbeda. Lebih mirisnya, agama yang seharusnya menjadi alat untuk mengontrol diri, oleh pihak-pihak tertentu dijadikan sebagai alat yang cukup mumpuni/ampuh untuk mempengaruhi pilihan politik seseorang. Ayat-ayat “suci” dijadikan sebagai sihir untuk mengubah pola pikir, bahkan dengan mengundang tokoh agama untuk menyampaikannya agar pengaruhnya lebih kental. Andaikata kita sebagai masyarakat memiliki prinsip bahwa dasar memilih pemimpin bukanlah “agama” tetapi “figur” dari pemimpin itu sendiri maka seharusnya saat ini kita sudah sejajar dengan Negara-negara lain yang sudah maju. Bagaimanakah sikap kita sebagai orang percaya di tengah-tengah situasi bangsa dan Negara kita yang masih cenderung dengan pola pikir tradisional ini?

B.     ISI
1.      Perbandingan konsep memilih antara dua kelompok keyakinan.
a.       Sebuah ayat Alkitab berbunyi “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal. 6:10). Dari ayat ini tersirat bahwa Paulus mengatakan bahwa kita harus mengutamakan kawan seiman untuk dibantu (didukung dalam pilkada) tetapi juga diingatkan bahwa kita juga harus membantu (mendukung) semua orang tanpa memandang “siapa dia”? Ini berarti bahwa konsep membantu (mendukung) bagi seorang percaya bukanlah semata-mata karena saudara seiman tetapi lebih kepada sebagai sesama umat manusia. Jika ada calon pemimpin yang seiman dan juga memiliki visi-misi yang jelas berpihak kepada rakyat maka memang sudah seharusnya kita dukung tetapi jika sebaliknya apakah masih harus kita dukung, sementara ada calon lain yang memang tidak seiman namun memiliki visi-misi yang jelas berpihak kepada rakyat. Jadi, kesimpulannya bahwa konsep orang percaya dalam memilih pemimpin adalah dengan melihat kinerjanya (track-recordnya) bukan melihat apa agamanya.
b.      Sebuah ayat Al-Qur’an yang berbunyi “Hai orang-orang beriman, janganalah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu)” dan pada terjemahan lain dikatakan “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (mu)” (Almaida 51). Dari ayat ini jelas ada larangan bagi umat untuk memilih (mendukung) orang di luar keyakinan mereka. Artinya bahwa kepada seluruh umat diserukan untuk menentukan pemimpin yang seiman, walaupun dalam banyak tafsir mengatakan bahwa yang dimaksudkan bukanlah pemimpin (presiden, gubernur, bupati, dll). Jadi, kesimpulannya bahwa konsep mereka dalam memilih seorang pemimpin adalah dengan melihat “agamanya” bukan dengan melihat kinerjanya (track-recordnya).
2.       Sikap orang percaya dalam proses pilkada.
a.       Kepada pemerintah (penyelenggara pilkada).
Menyalurkan hak pilih sebagai bukti ketaatan kepada pemerintah . Ketika kita ikut menyalurkan suara dalam pilkada berarti kita adalah warga Negara yang baik, sebab warga yang baik harus taat kepada pemerintah sebagai wakil Tuhan di dunia ini (Rm. 13:1).  Tuhan Yesus pernah berkata: “Berikanlah kepada Kaisar  apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar…” (Mat. 22:21 bdg. Rm. 13:7) 
b.      Kepada sesama pemilih.
1.      Tetap menjaga persatuan dalam perbedaan khususnya sesama orang percaya (1 Korintus 1:10 – 17). Tidak dapat dipungkiri bahwa sesama orang percaya pun kita bisa memiliki pilihan yang berbeda tetapi kita tetap satu di dalam Kristus.
2.      Tidak perlu kecewa kepada mereka (pemilih berdasarkan agama). Ketika orang lain memilih berdasarkan kesamaan akidah bukan berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh seorang calon maka kita tidak perlu marah dan kecewa, kita harus ingat pesan Tuhan Yesus : “Biarkanlah keduanya (lalang dan gandum) tumbuh bersama sampai musim penuaian tiba (Mat. 13:30). Artinya tidak dapat dihindari bahwa di dalam dunia ini lalang (bukan orang percaya) harus selalu berdampingan dengan gandum (orang percaya).
c.       Kepada pemerintah baru (pemenang pilkada).
Taat dan tunduk kepada pemerintah (Tit. 3:1 – 2). Siapapun yang terpilih, baik yang kita dukung ataupun bukan maka kita harus taat dan mendukung pemerintah. Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah (Rm. 13:1 & 4). Bahkan kita harus mendoakan kota (pemerintah) di mana Tuhan menempatkan kita (Yer. 29:7).
3.      Bagaimana agar proses pilkada dapat berubah?
Tidak ada pilihan lain, jika ingin Negara ini berubah lewat terpilihnya pemimpin yang benar-benar memiliki kapasitas pemimpin (khususnya dari kalangan orang percaya, mis: Ahok) maka jalan satu-satunya adalah dengan terus melakukan gerakan penginjilan (Mat. 28:19 – 20). Ketika penduduk negeri ini berimbang dan tidak ada lagi istilah mayoritas dan minoritas maka saatnya akan tiba. 

C.     KESIMPULAN
Siapapun yang terpilih dan bagaimanapun prosesnya semua dalam sepengetahun Tuhan dan segala keadaan akan dipakaiNya untuk menyatakan kehendakNya atas dunia ini. Sebagai orang percaya, kita dituntut untuk memiliki sikap yang bijak sehingga dunia ini akan melihat bahwa pengikut Kristus memiliki karakter yang berbeda. TYM. Amin.

Orang Muda dan Perkembangan Zaman


Thema                        : Kaum Muda dan Perkembangan Zaman
Nats                : Pkh. 1:9
Oleh                : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.
A.        PENDAHULUAN
Apakah dengan menjadi orang percaya membuat seseorang ketinggalan zaman? Sepertinya pemikiran seperti ini berkembang di kalangan kaum muda saat ini. Orang percaya tidak boleh melakukan hal-hal yang dianggap tren di kalangan muda saat ini, misalnya: Merokok, bergaul sembarangan, memiliki komunitas (kelompok/geng). Sehingga, menjadi seorang muda yang percaya akan membuat seseorang terbatas dalam melakukan segala sesuatu yang dianggap mendatangkan “kebahgiaan”. Salomo dengan tegas berkata :” Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”. Dengan kata lain Salomo ingin berpesan kepada anak muda: Hai pemuda, engkau bebas melakukan apa saja (baik atau buruk) dalam menikmati masa mudamu, tapi ingat bahwa semua ada ganjarannya. Jika demikian, bagaimanakah seharusnya sika seorang pemuda dalam menjalani masa mudanya?

B.        ISI
1.      Salahkah mengikuti perkembangan zaman?
Zaman boleh berubah tetapi firman Tuhan tidak pernah berubah, artinya Fiman Tuhan tidak perlu bergeser untuk mengikuti segala perubahan yang super cepat. Firman Tuhan tidak pernah usang (ketinggalan zaman), Firman Tuhan sesuai untuk segala situasi. Bahan dan penyajiannya boleh berubah (dari kertas pavirus sampai i-ped) tetapi isinya tiada berubah. Ini berarti bahwa orang percaya boleh mengikuti perkembangan zaman tetapi zaman tidak boleh merubah pola hidup orang percaya tersebut. Tetapi faktanya, sedikit sekali kaum muda yang konsisten dalam mengikuti perkembangan zaman. Secara umum, walau masih dalam batasan wajar, hampir semua kaum muda di sebuah gereja sudah mulai mengikuti pola hidup orang-orang di luar gereja (bukan orang percaya). Dan jika hal ini terus dibiarkan maka tidak tertutup kemungkinan, 10 atau 20 tahun kedepan maka kaum muda akan semakin berkurang di lingkungan gereja. Jadi, tidak ada yang salah jika orang muda mengikuti perkembangan zaman tetapi yang salah adalah cara mereka mengikuti perkembangan tersebut.
2.      Sikap yang benar mengikuti perkembangan zaman.
Cara terbaik mengikuti perkembangan zaman: ikuti zaman tanpa melupakan Tuhan (Pkh. 12:1). Ketika kita ingat akan Tuhan, maka kita tidak akan sembarangan dalam mengambil suatu tindakan karena:
a.       Ada pengadilan Tuhan (Pkh. 1:9). Kebaikan diganjar dengan hadiah/pujian sebaliknya kejahatan diganjar dengan hukuman. Hukuman adalah hadiah dan hadiah adalah hukuman sebab keduanya bertujuan untuk membuat seseorang lebih baik. Sadarlah ketika hukuman itu kita terima di dunia ini sebab hukuman kekal takkan pernah berujung. 
b.      Masa depan di tangan Tuhan (Yer. 29:11). Jika masa depan kita ada di tangan Tuhan maka seharusnyalah kita menjalani hari-hari sesuai dengan aturanNya. Sebab Tuhan tidak memberi masa depan yang baik bagi orang jahat/fasik (Ams. 24:20).
c.       Ada hukum tabur tuai (Gal. 6:8-9). Seorang Novelis Soegiarso Soeroyo menulis buku dengan judul :”Menabur Angin Menuai Badai”. Pesan moral dalam buku ini adalah:
·      Siapa berbuat dia yang bertanggung jawab.
·      Menanam kebaikan berbuah kebaikan dan sebaliknya.

C.        KESIMPULAN
Zaman hanyalah suatu situasi, jagan pernah dikendalikan situasi tetapi kendalikanlah situasi. Kuda liarpun jika tali kekangnya di pegang maka ia akan tunduk. Seliar apapun zaman saat ini, jika Firman Tuhan menjadi standar hidup kita maka semua akan terkendali dengan baik. TYM. Amin.