Thema : Orang Percaya Dalam Pemilu
Nats : Roma 13:1 – 7
Oleh : Pdt. Nelson Sembiring, S.
Pd., M.Th.
A.
PENDAHULUAN
Pesta
lima tahunan yang kita kenal dengan sebuatan pilkada (termasuk pilpres) cukup
menyita perhatian publik di seluruh penjuru tanah air. Dari kalangan masyarakat
kecil, menengah bahkan masyarakat kelas atas, dari kalangan orang biasa sampai
para pejabat dan elit partai, semua membicarakannya. Bahkan tidak jarang
masalah pilkada membuat adanya gab (pemisah) antara yang satu dengan yang
lainnya karena memiliki pilihan yang berbeda. Lebih mirisnya, agama yang
seharusnya menjadi alat untuk mengontrol diri, oleh pihak-pihak tertentu
dijadikan sebagai alat yang cukup mumpuni/ampuh untuk mempengaruhi pilihan
politik seseorang. Ayat-ayat “suci” dijadikan sebagai sihir untuk mengubah pola
pikir, bahkan dengan mengundang tokoh agama untuk menyampaikannya agar pengaruhnya
lebih kental. Andaikata kita sebagai masyarakat memiliki prinsip bahwa dasar
memilih pemimpin bukanlah “agama” tetapi “figur” dari pemimpin itu sendiri maka
seharusnya saat ini kita sudah sejajar dengan Negara-negara lain yang sudah
maju. Bagaimanakah sikap kita sebagai orang percaya di tengah-tengah situasi
bangsa dan Negara kita yang masih cenderung dengan pola pikir tradisional ini?
B.
ISI
1. Perbandingan konsep memilih
antara dua kelompok keyakinan.
a.
Sebuah
ayat Alkitab berbunyi “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita,
marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada
kawan-kawan kita seiman” (Gal. 6:10). Dari ayat ini tersirat bahwa Paulus
mengatakan bahwa kita harus mengutamakan kawan seiman untuk dibantu (didukung
dalam pilkada) tetapi juga diingatkan bahwa kita juga harus membantu
(mendukung) semua orang tanpa memandang “siapa dia”? Ini berarti bahwa konsep
membantu (mendukung) bagi seorang percaya bukanlah semata-mata karena saudara
seiman tetapi lebih kepada sebagai sesama umat manusia. Jika ada calon pemimpin
yang seiman dan juga memiliki visi-misi yang jelas berpihak kepada rakyat maka
memang sudah seharusnya kita dukung tetapi jika sebaliknya apakah masih harus
kita dukung, sementara ada calon lain yang memang tidak seiman namun memiliki
visi-misi yang jelas berpihak kepada rakyat. Jadi, kesimpulannya bahwa konsep
orang percaya dalam memilih pemimpin adalah dengan melihat kinerjanya
(track-recordnya) bukan melihat apa agamanya.
b.
Sebuah
ayat Al-Qur’an yang berbunyi “Hai orang-orang beriman, janganalah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu)” dan
pada terjemahan lain dikatakan “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (mu)” (Almaida 51). Dari ayat
ini jelas ada larangan bagi umat untuk memilih (mendukung) orang di luar
keyakinan mereka. Artinya bahwa kepada seluruh umat diserukan untuk menentukan
pemimpin yang seiman, walaupun dalam banyak tafsir mengatakan bahwa yang
dimaksudkan bukanlah pemimpin (presiden, gubernur, bupati, dll). Jadi,
kesimpulannya bahwa konsep mereka dalam memilih seorang pemimpin adalah dengan
melihat “agamanya” bukan dengan melihat kinerjanya (track-recordnya).
2. Sikap orang percaya dalam proses pilkada.
a.
Kepada
pemerintah (penyelenggara pilkada).
Menyalurkan
hak pilih sebagai bukti ketaatan kepada pemerintah . Ketika kita ikut
menyalurkan suara dalam pilkada berarti kita adalah warga Negara yang baik,
sebab warga yang baik harus taat kepada pemerintah sebagai wakil Tuhan di dunia
ini (Rm. 13:1). Tuhan Yesus pernah
berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu
berikan kepada Kaisar…” (Mat. 22:21 bdg. Rm. 13:7)
b.
Kepada
sesama pemilih.
1.
Tetap
menjaga persatuan dalam perbedaan khususnya sesama orang percaya (1 Korintus
1:10 – 17). Tidak dapat dipungkiri bahwa sesama orang percaya pun kita bisa
memiliki pilihan yang berbeda tetapi kita tetap satu di dalam Kristus.
2.
Tidak
perlu kecewa kepada mereka (pemilih berdasarkan agama). Ketika orang lain
memilih berdasarkan kesamaan akidah bukan berdasarkan kapasitas yang dimiliki
oleh seorang calon maka kita tidak perlu marah dan kecewa, kita harus ingat
pesan Tuhan Yesus : “Biarkanlah keduanya (lalang dan gandum) tumbuh bersama
sampai musim penuaian tiba (Mat. 13:30). Artinya tidak dapat dihindari bahwa di
dalam dunia ini lalang (bukan orang percaya) harus selalu berdampingan dengan
gandum (orang percaya).
c.
Kepada
pemerintah baru (pemenang pilkada).
Taat
dan tunduk kepada pemerintah (Tit. 3:1 – 2). Siapapun yang terpilih, baik yang
kita dukung ataupun bukan maka kita harus taat dan mendukung pemerintah. Sebab
tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah (Rm. 13:1 & 4). Bahkan
kita harus mendoakan kota (pemerintah) di mana Tuhan menempatkan kita (Yer.
29:7).
3. Bagaimana agar proses pilkada
dapat berubah?
Tidak ada pilihan lain, jika
ingin Negara ini berubah lewat terpilihnya pemimpin yang benar-benar memiliki
kapasitas pemimpin (khususnya dari kalangan orang percaya, mis: Ahok) maka
jalan satu-satunya adalah dengan terus melakukan gerakan penginjilan (Mat.
28:19 – 20). Ketika penduduk negeri ini berimbang dan tidak ada lagi istilah
mayoritas dan minoritas maka saatnya akan tiba.
C.
KESIMPULAN
Siapapun
yang terpilih dan bagaimanapun prosesnya semua dalam sepengetahun Tuhan dan
segala keadaan akan dipakaiNya untuk menyatakan kehendakNya atas dunia ini.
Sebagai orang percaya, kita dituntut untuk memiliki sikap yang bijak sehingga
dunia ini akan melihat bahwa pengikut Kristus memiliki karakter yang berbeda.
TYM. Amin.
No comments:
Post a Comment