Thema : Menyambut Kelahiran Yesus
Nats : Luk. 1 : 31
Oleh : Pdt. Nelson Sembiring, S. Pd., M. Th.
A.
PENDAHULUAN
Kelahiran seorang adalah suatu
momen istimewa bagi sebuah keluarga secara umum, sehingga berbagai persiapan
khusus dilakukan dalam menanti-nantikan hari kelahiran tersebut. Cek secara
rutin, mempersiapkan segala perlengkapan, siaga (siap antar jaga), dll.,
menjadi hal yang secara umum dilakukan oleh pasangan yang akan menyambut
kelahiran tersebut. Begitu penting dan berharganya yang akan datang itu
sehingga sebuah keluarga akan mengerahkan segala daya dan upaya untuk
mempersiapkan yang terbaik untuk menyambutnya, dan hal ini adalah sesuatu yang
nomal. Dalam konteks iman Kristen, setiap tahun kita menyambut satu bulan yang
istimewa yaitu bulan Desember, dimana Allah datang ke dunia melalui sutau
kelahiran secara jasmani. Memang peristiwa itu telah terjadi dimasa lampau
(lebih dari 2000 tahun yang lalu) namun peristiwa itu tidak pernah usang bahkan
sebaliknya semakin dikenang oleh jutaan umat manusia. Tetapi, tidak jarang juga
kita mendengar ada kelompok tertentu berkata : “Untuk apa merayakanNatal?”.
Dengan berbagai alasan dan teori yang sepertinya masuk akal mereka dengan yakin
berkata bahwa peristiwa Natal itu tidak pernah terjadi dan kalaupun terjadi
tidak mungkin di bulan Desember. Bagaimana sikap kita dalam menyambut Kelahiran
Kristus?
B.
ISI
1.
Sikap
terhadap ajaran : Tidak Perlu Merayakan Natal.
Seorang pengikut Saksi Yehua
berkata: “Murid-murid Yesus tidak juga merayakan
Natal pada masa itu. Jadi Yesus hanya memerintahkan merayakan kematian (Paskah),
bukan kelahiran (Natal). Tidak ada catatan yang spesifik dalam Alkitab untuk
merayakan Natal”. Sikap kita: Sederhana saja, tanpa harus menggali teks-teks
asli kitab suci tentang peristiwa Natal. Natal dalam kamus artinya adalah
“kelahiran seseorang” secara spesifik seseorang itu disebut (Isa
Almasih/Yesus). Perlukah Yesus memerintahkan kita untuk merayakan kelahiranNya?
Jangankan kelahiran Yesus, kelahiran seseorang (ayah, ibu, anak, teman, dll)
pun kita rayakan tanpa menunggu orang tersebut meminta kita untuk merayakannya.
Apalagi Kealahiran orang yang begitu istimewa bagi kita (Yesus Kristus), tanpa
diperitahkan pun kita akan menayatakan sukacita kita untuk mengenang hari
kelahiranNya ketengah dunia ini. Orang Majus dari Timur saja pun datang
jauh-jauh untuk merayakannya, mengapa manusia yang baru kemarin sore muncul
berani mengatakan: Tak perlu Natal. Tapi biarpun demikian kita juga tidak perlu
terlalu responsif sebab Kristus sendiri berkata : Biarkanlah lalang itu tumbuh
bersama dengan gandum sampai musim penuaian tiba (Mat. 13:30).
2.
Sikap
terhadap perbedaan tanggal perayaan Natal.
a.
Ada
kelompok mengatakan: Tidak mungkin Natal terjadi pada bulan Desember (Tebet)
sebab cuaca sangat dingin (di bawah 0oC) sehingga tidak mungkin ada
gembala-gembala di padang (Luk. 2:8). Sikap kita: Sederhana saja, kita percaya
Allah membentuk manusia dari debu tanah (Kej. 2:7), maka apa susahnya bagi
Allah hanya untuk membuat cuaca yang baik/nyaman ketika firmanNya turun menjadi
manusia (Yoh. 1:14), seperti pesan Malaikat Gabriel kepada Maria : Sebab bagi
Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37).
b.
Ada
kelompok merayakan Natal sebelum 25 Desember (bahkan akhir November), pas 25
November dan setelah 25 Desember (sampai akhir Januari). Sehingga muncul suatu
pertanyaan: Tanggal berapa sebenarnya? Sikap kita: Sederhana saja, memang bila
dikaji berdasarkan penanggalan (sistem kalender) maka akan terjadi
pergeseran-pergeseran tanggal sesuai dengan aturan yang digunakan (penanggalan
Bulan, Bintang, Matahari, dll). Namun, yang terpenting bukanlah tanggalnya
tetapi esensinya bahwa Yesus benar-benar lahir untuk kita. Jika ada yang
merayakan sebelum 25 Desember maka pandanglah bahwa ia merayakan penyambutan
kelahirannya, jika pas 25 Desember pandanglah sebagai perayaan hari lahirnya,
jika setelah 25 Desember pandanglah sebagai perayaan syukuran setelah
kelahirannya, gitu aja kok repot. Intinya Yesus dipermuliakan di kala Natal
tiba.
3.
Sikap
terhadap gaya hidup masa kini.
a.
Fokus
Natal bukan lagi Kristus (Ibr. 12:2) Saat menjelang perayaan Natal, hal yang
sering dibahas adalah sekitar pakaian, makanan, kado, dll. Salahkah? Tidak ada
yang salah dengan hal ini, tetapi jika hal ini menjadi fokus dan mempengaruhi
sukacita Natal maka ada yang keliru dengan cara pikir kita. Mengapa Yesus lahir
di kandang domba? Karena ia ingin memberi suatu teladan bagi kita agar kita
memiliki sikap yang rendah hati (sederhana).
b.
Natal
sebagai ajang menampilkan kebolehan. Saat perayaan Natal tiba, secara umum hal
yang paling ditunggu bukanlah berita Natal (Firman Tuhan) tetapi lebih kepada
tampilan acara-acara (melihat anaknya tampil, menunggu giliran tampil di depan,
menanti Judika tampil, dll). Tidak ada yang salah dengan acara-acara tersebut
tetapi semua itu hanyalah “bungkusnya”, isinya adalah Berita Natal dan itulah
yang seharusnya yang paling ditunggu.
c.
Natal
hanya sebagai acara wajib. Di kalangan gereja, instansi, organisasi, dll.
kegiatan Natal adalah kegiatan tahunan yang wajib dilaksanakan, tetapi tidak
jarang semua hanya sekedar melaksanakan kewajiban tanpa makna.Sehingga seselum
dan sesudah Natal tidak ada suatu perubahan cara hidup. Bukankah terlalu besar
harga (biaya) yang kita habiskan tahun demi tahun hanya untuk kegiatan wajib
tanpa makna, alangkah sukacitanya kita juga Tuhan, jika kegitan wajib itu kita
rayakan dengan penuh makna, bahwa oleh karena kita sudah ditebus (dibayar
lunas) maka kita juga mau membayar harga itu untuk keselamatan yang telah kita
nikmati.
C.
KESIMPULAN
Mari sambut kelahiran Kristus
dengan sikap yang benar bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk tidak
merayakannya. Bahwa tiada yang mustahil bagi Allah untuk menyatakan kehendaknya
bagi kita. Bahwa Natal adalah hariNya buka hari kita, sehingga fokusnya adalah
Dia bukan kita. Jangan habiskan tenaga kita merayakan Natal tanpa makna. Tuhan
Yesus memberkati.
No comments:
Post a Comment